Liputan6.com, Jakarta - Kecerdasan buatan atau AI (artificial intelligence) kini memang jadi tren di dunia teknologi. Tak sedikit perusahaan teknologi kenamaan dunia berlomba-lomba mengembangkan kecerdasan buatan untuk membantu pekerjaan jadi lebih mudah.
Namun di balik itu, ada startup asli Indonesia yang juga ikut berkecimpung di bidangAI. Startup tersebut bernama Nodeflux.
Advertisement
Baca Juga
Sudah aktif sejak 2016, Nodeflux menyediakan solusi teknologi pengenalan wajah yang terpasang di CCTV dan terhubung dengan database kependudukan.
CEO sekaligus co-founder Nodeflux, Meidy Fitranto mengatakan, saat ini kecerdasan buatan yang berbasis mesin atau komputer dapat melakukan kegiatan berpikir layaknya manusia. Bahkan, kecerdasan buatan bisa mengenali dan mendengar layaknya manusia.
Nodeflux sendiri, kata dia, bergerak di bidang AI dan video analytics, menggunakan teknologi machine learning dan deep learning.
"Computer vision membuat mesin bisa melakukan pengenalan objek, mengenali manusia, gender, hingga rentang usia," kata Meidy dalam CEO Talks bersama KLY di kantor Liputan6.com di Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Soal kiprah, Nodeflux sebelumnya juga ikut terlibat dalam proyek kamera keamanan yang memantau berjalannya Asian Games 2018 dan IMF-World Bank Group Annual Meeting 2018 di Bali
Meidy menceritakan, saat Asian Games 2018, Nodeflux bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menyediakan teknologi pengenalan wajah yang dipasang di CCTV, tujuannya untuk memantau keamanan.
Tidak hanya itu, melalui kecerdasan buatan, startup yang bermarkas di Kemang ini juga mampu mengestimasi berapa banyak jumlah massa dari sebuah kerumuman.
Karyawan Asli Indonesia
Hebatnya, bisnis tersebut 100 persen dikerjakan oleh engineer dari Indonesia. Kini, Nodeflux sudah memiliki 73 karyawan lokal, padahal sebelumnya di 2016, Nodeflux baru memiliki 3 karyawan.
"Top manajemen, sampai ke Head of AI, kami cari orang Indonesia," tutur Meidy.Â
Diapun mengakui, sumber daya manusia untuk bergerak di bidang teknologi AI memang masih jadi masalah tersendiri di Indonesia.
Alih-alih mempekerjakan karyawan asing, Nodeflux memilih mengajak anak bangsa yang ada di luar negeri untuk pulang, demi mengembangkan teknologi ini secara bersama-sama.Â
Peluang Besar di Indonesia
Meidy pun menceritakan, bisnis teknologi kini tengah berkembang di Tanah Air, terutama AI. "Arena teknologi AI masih jarang di Indonesia, ini makanya kami masuk ke pengembangan AI," tuturnya.
Dia menyebut, walaupun beberapa perusahaan sudah masuk ke area ini, peluang bisnis AI masih sangat besar di Indonesia. Ia berkeinginan perkembangan teknologi AI di Indonesia bisa seperti Tiongkok, terutama dengan dukungan pemerintah.
"Secara teknologi, ini bersifat open source sehingga gap informasi antarnegara bisa lebih sedikit. Secara informasi kita juga bisa belajar teknologi yang sudah maju. Kita bisa beririsan sekaligus bersaing (dengan pemain bisnis teknologi AI lainnya)," katanya.
Namun demikian, Meidy menjabarkan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi startup Indonesia untuk mengembangkan teknologi AI sebagai inti bisnis.
"Kurikulum pendidikan kita (Indonesia) belum bisa masuk dengan teknologi yang saat ini kita provide. Makanya kita harus cari orang Indonesia yang belajar di luar dan ajak berkarya di Indonesia," tuturnya.
Bagi Meidy cs, Indonesia saat ini merupakan raksasa yang tengah tidur. Ia pun berharap beberapa tahun ke depan, Indonesia bisa bangun, terutama jika melihat prediksi ekonomi Indonesia di masa depan yang sangat besar.
"Jangan sampai hanya menjadi pasar, makanya sekarang banyak startup yang memanggil anak-anak muda kembali ke Indonesia untuk membantu bisnisnya," tutur Meidy.
Advertisement
Selektif soal Pendanaan
Rasa nasionalisme membuat Nodeflux cukup selektif soal pendanaan. Nodeflux sendiri saat ini mendapatkan pendaan dari perusahaan modal ventura East Venture.Â
Namun demikian, belum lama Nodeflux ini pernah ditawari pendanaan dari salah satu pemodal ventura asing. Belajar dari pengalaman startup lainnya di Indonesia, Meidy menolak pinangan tersebut.
Meidy enggan jika pengembangan teknologi AI harus dilakukan di luar Indonesia, hanya karena adanya modalnya berasal dari pihak luar.
Dia pun berharap agar pemerintah menaruh fokus lebih, agar Indonesia tidak terlalu terekspos tanpa proteksi dari dana luar negeri, seperti mewajibkan investor luar Indonesia membentuk badan hukum dan beberapa persen sahamnya diwajibkan mengakomodir dana di Indonesia.Â
Menurutnya di Indonesia tidak kekurangan pendanaan. Hal ini dilihat dari banyaknya perusahaan yang kemudian membangun modal ventura sendiri-sendiri.
"Indonesia nggak kekurangan dana, tetapi perusahaan malah akhirnya bikin sendiri-sendiri (perusahaan pendanaan), karena masih berpikir bahwa pendanaan ini adalah perpanjangan tangan untuk memajukan bisnis mereka. Padahal harusnya tidak seperti itu," katanya.
(Tin/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Â