Liputan6.com, Jakarta - Siapa bilang smartphone jadi obat pembunuh waktu yang bisa menghilangkan stres?
Buktinya, sebuah riset terbaru dari perusahaan Deloitte mengungkap bahwa penggunaan smartphone berlebihan ternyata bisa memicu 'mood swing'.
Seperti dikutip dari Mirror pada Rabu (6/3/2019), selain dapat memicu perubahan suasana hati yang tak tentu, terlalu sering menggunakan smartphone juga dapat menganggu produktivitas, daya ingat, dan bahkan merusak aktivitas seksual.
Advertisement
"Salah satu efek riskan menggunakan smartphone terus-terusan adalah kesehatan mental kita," kata David Brudo, peneliti media sosial dan psikolog.
Baca Juga
Lebih lanjut, "Ada banyak alasan kita bisa sering buka smartphone. Kita pun sering multitasking, kadang buka email, SMS, medsos, lalu streaming. Itu terus dilakukan berulang-ulang."
Diungkap Brudo, "Pada saat yang bersamaan, tubuh kita saat itu memproduksi hormon cortisol dan adrenalin yang ternyata dapat memicu stres dan mood swing. Ini bisa menstimulasi otak kita dan memecah konsentrasi.
"Padahal, kata Brudo, untuk tetap produktif dengan suasana mood yang stabil, solusinya sangat mudah.
"Jangan ketergantungan smartphone. Kamu tidak perlu mengecek smartphone tiap menit. Kalau perlu, silent smartphone-mu," tambahnya.
Solusi tersebut, dijuluki Brudo sebagai "Digital Detox", yaitu membatasi diri kita dari teknologi, terlebih pada konsumsi internet via smartphone.
Dengan mengatur kadar penggunaan smartphone, manusia akan lebih disiplin dan perlahan akan 'lepas'--tak terikat dari perangkatnya.
"Tentukan goal yang clear. Misalnya, kamu bisa cek smartphone-mu 30 menit sekali, atau dua kali sehari. Kamu juga perlu menyimpannya jika perlu. Niscaya, suasana hati akan lebih baik dan membuat hidupmu lebih ringan,” pungkasnya.
Depresi Intai Pengguna yang Ketagihan Main Medsos
Sudah banyak penelitian mengungkap bahaya terlalu lama bermain smartphone. Tak hanya para gamer, kamu yang doyan berselancar di sosial media juga diimbau harus waspada.
Pasalnya, pengguna smartphone yang sering bermain media sosial (medsos) ternyata memiliki kecenderungan terserang risiko penyakit mental, seperti depresi dan kesepian.
Temuan mengejutkan ini terungkap dari sebuah studi terbaru yang dipublikasikan pada Desember 2017 oleh para peneliti di University of Pennsylvania, Amerika Serikat (AS).
Para ahli tersebut membuat penelitian tentang ketergantungan pada medsos dan dampak bila berhenti menggunakannya.
Hasilnya cukup mengejutkan. Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Social and Clinical Psychology itu menyebutkan kalau membatasi penggunaan medsos hingga sekitar 30 menit per hari, dapat mengusik kesehatan mental penggunnya.
Dalam penelitian tersebut, para peneliti yang diketuai Melissa G. Hunt, mengumpulkan 143 mahasiswa untuk diuji coba. Mereka menjalani dua uji coba berbeda, pada musim semi dan musim gugur.
Advertisement
Pengguna iPhone Jadi Target Survei
Setiap mahasiswa harus memiliki akun medsos Facebook, Instagram, dan Snapchat. Selain itu, Hunt hanya memilih mahasiswa yang menggunakan iPhone.
Alasannya, iPhone akan mencatat dan menampilkan total waktu yang dihabiskan untuk bermain medsos secara otomatis di layar.
Hunt dan koleganya memantau para mahasiswa dalam menggunakan medsos selama seminggu. Hunt juga memberi kuesioner yang menilai kesehatan mental mereka.
Kuesioner berisikan tujuh faktor yang berbeda, yakni dukungan sosial, takut kehilangan, kesepian, kemandirian dan penerimaan diri, kecemasan, depresi, serta harga diri.
Selanjutnya, Hunt melakukan eksperimen terhadap para mahasiswa tersebut. Selama tiga minggu berikutnya, satu kelompok mahasiswa yang dipilih acak, dibiarkan bermain medsos seperti biasanya.
Sementara, kelompok mahasiswa yang lainnya hanya boleh menggunakan medsos selama 10 menit per platform untuk setiap harinya.
"Di sini kita melihat perbedaannya. Menghabiskan lebih sedikit waktu untuk medsos daripada biasanya akan menurunkan depresi dan kesepian secara signifikan. Efek ini sangat terasa bagi orang-orang yang tertekan ketika menjalani uji coba," kata Hunt.
Para peneliti memilih untuk membatasi medsos daripada menyuruh subjek untuk berhenti sama sekali. Sebab, membatasi penggunaan medsos terlihat lebih realistis.
(Jek/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: