Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Anti Fithah Indonesia (Mafindo) menemukan, penyebaran hoaks 'Server KPU disetting untuk menangkan kubu tertentu' ternyata sangat masif. Dari penelusuran, hoaks itu sudah mendapat 45 ribu shares dan 974 ribu views dalam satu hari.
Parahnya lagi, hoaks itu tersebar di semua platform populer, seperti Facebook, Twitter, termasuk Instagram. Jumlah itu belum termasuk penyebaran di group WhatsApp yang diduga memiliki angka lebih besar.
Masifnya peredaran tersebut membuat kabar palsu 'Server KPU' ini menjadi hoaks yang paling besar dan cepat penyebarannya, terutama terkait penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu).
Advertisement
Menurut Mafindo, hal ini berpotensi merusak legitimasi penyelenggaran Pemilu sehingga berdampak fatal bagi masa depan demokrasi Indonesia.
Baca Juga
Oleh sebab itu, Ketua Presidium Mafindo, Septiaji menuturkan diperlukan langkah taktis dari pihak penyelenggara Pemilu maupun penegak hukum untuk meredam dampak penyebaran hoaks ini.
"Hoaks semacam ini tidak berdiri sendiri. Dia merupakan kelanjutan dari hoaks sebelumnya, seperti 'Tujuh Kontainer Surat Suara Tercoblos', 'Truk Surat Suara Beraksara China' yang dikombinasikan dengan persoalan faktual yang sebenarnya minor seperti sempat masuknya Warga Negara Asing (WNA) dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)," tuturnya dalam keterangan resmi yang diterima Tekno Liputan6.com, Jumat (5/4/2019).
Dengan banyaknya masyarakat yang terperdaya kabar palsu ini, menurut Septiaji, menunjukkan adanya literasi media yang rendah ditambah dengan literasi soal Pemilu yang tidak merata.
"Banyak yang belum paham Pemilu 2019 masih berbasis manual, sedangkan sistem teknologi informasi berfungsi sebagai pelengkap untuk mempermudah rekapitulasi perhitungan, kontrol, dan komunikasi," ujar Septiaji.
Oleh sebab itu, Mafindo sepakat dengan keputusan KPU membawa pelaku pembut dan penyebar hoaks 'Server KPU' ke ranah hukum. Terlebih, dampak bahaya dari delegitimasi Pemilu sangt mengancam keberlangsungan demokrasi Indonesia.
"Siapapun pemenangnya kalau Pemilu dirusak wibawanya, maka yang ada ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah terpilih. Untuk itu, kami mendorong Polri melakukan tindakan tegas pada aktor intelektual dan penyebar utama hoaks," tutur Septiaji.
Cek Informasi Sebelum Berbagi
Di sisi lain, Presidium Mafindo, Anita Wahid, menuturkan suasana emosi publik beberapa hari menjelang Pemilu 2019 menyebabkan masyarakat mudah terseret informasi yang sensasional.
"Ini adalah dampak nyata fenomena post-truth pada bangsa kita, dan ini saat yang penting bagi setiap orang benar-benar bisa melakukan pengendalian diri. Ketika mendapatkan informasi yang too good to be true atau too bad to be true, masyarakat harus langsung awas, berhenti, dan refleksi diri. Jangan-jangan ini hoaks," tuturnya .
Anita pun menuturkan masyarakat perlu mengetahui cara mengecek sebuah informasi itu benar atau tidak. Masyarakat dapat bertumpu pada sumber informasi kredibel, terutama media massa yang terdaftar di Dewan Pers.
Selain itu, masyarakat juga dapat menggunakan berbagai inovasi anti hoaks seperti WhatsApp Hoax Buster atau terhubung lewat WhatsApp di nomor 0855-7467-6701.
"Jangan sampai kehidupan pribadi kita bermasalah hanya karena gagal mengendalikan emosi dan jari, lalu berurusan dengan penegak hukum. Pastikan sudah melakukan verifikasi fakta pada informasi yang kita terima, sebelum membaginya ke kawan. Jika benar tapi tidak bermanfaat, jangan dibagikan. Kalau benar dan jelas manfaatnya, barulah kita bagikan," tuturnya.
Untuk pengecekan kebenaran informasi, masyarakat juga dapat memasang aplikasi Hoax Buster Tools yang tersedia di perangkat Android. Tersedia pula beberapa situs anti-hoaks, seperti CekFakta.com, TurnBackHoax.id, hingga StopHoax.id.
(Dam/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement