Sukses

Setahun Diuji Coba, Drone Google Wing Mengudara di Australia

Drone ini menawarkan layanan pengantaran makanan, kopi, dan obat-obatan ke sekitar 100 rumah di Canberra.

Liputan6.com, Jakarta - Layanan drone  pesan antar pertama Wing, akhirnya diluncurkan di Australia, setelah uji terbang berlangsung selama satu tahun.

Wing adalah merek drone milik Google, yang juga dimiliki oleh perusahan induknya, Alphabet.

Drone ini menawarkan layanan pengantaran makanan, kopi, dan obat-obatan ke sekitar 100 rumah di Canberra.

Drone sudah diuji coba di Australia sejak 2014, tetapi para penduduk sekitar memprotes karena suara berisik dari drone tersebut.

Dilansir BBC pada Minggu (14/4/2019) otoritas penerbangan Australia sudah memberikan izin Wing untuk meluncurkan layanan komersialnya setelah memeriksa dokumen keselamatan dan rencana operasionalnya.

Selain itu, pihaknya juga menjamin bahwa perusahaan tidak akan menimbulkan risiko bagi masyarakat atau pesawat lainnya.

Uniknya, cara kerja drone mengantarkan paket kecil terbilang sederhana, dengan diturunkan ke daerah kebun pelanggan menggunakan seutas tali saja.

Namun, ada beberapa syarat yang harus ditaati, seperti drone hanya diizinkan terbang pada siang hari dan tidak sebelum pukul 8 malam waktu Australia pada akhir pekan.

"Saya merasa terganggu ketika drone mengantarkan paket, suaranya terlalu berisik seperti suara melengking vacuum cleaner" kata salah seorang penduduk.

Sampai saat ini, pihak Wing mengatakan kalau mereka akan mengembangkan drone terbaru dengan teknologi suara yang lebih kecil.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Canggih, Ilmuwan Gunakan Drone untuk Cegah Malaria

Upaya ilmuwan untuk memberantas penyebaran malaria terus dikembangkan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan drone untuk memantau wilayah tropis yang berpotensi tersebar penyakit tersebut.

Implementasi ini dilakukan oleh ilmuwan Wales Aberystwyth University dan Tanzania Zanzibar Maalria Elimination Programme di Tanzania, Afrika Timur.

Drone tersebut akan diterbangkan ke zona-zona yang diyakini memiliki titik penyebaran virus malaria terbesar.

Menurut yang dilansir Engadget, Selasa (28/11/2017), drone yang digunakan adalah DJI Phantom 3 yang diklaim bisa memantau lahan besar selama 20 menit.

Drone juga akan dilengkapi dengan fitur dan teknologi khusus untuk mendeteksi titik panas yang menjadi penyebaran malaria.

Selain itu, ilmuwan juga telah mengembangkan aplikasi khusus yang dapat menampilkan gambar rekaman drone secara langsung dan bisa dipantau para ilmuwan.

Dan bukan tidak mungkin, ke depannya drone akan "dipersenjatai" dengan obat penyemprot khusus untuk melakukan pengasapan dan memberantas nyamuk malaria.

3 dari 3 halaman

Satelit untuk Memantau Penyebaran Malaria

Selain drone, implementasi teknologi lain yang digunakan untuk memantau penyebaran malaria adalah satelit milik NASA.

Para peneliti akan menyasar wilayah yang kerap banjir dan terjadi penggundulan hutan. Dengan sistem ini, peneliti berharap dapat memprediksi penyebaran penyakit hingga tiga bulan sebelum wilayah itu terjangkit.

Kendati demikian, sistem tersebut masih perlu disempurnakan sebelum benar-benar siap digunakan secara penuh. Menurut perkiraan, sistem dapat benar-benar dimanfaatkan dalam beberapa tahun ke depan.

Apabila berjalan lancar, penggunaan satelit ini dapat mencegah penyebaran penyakit malaria dalam waktu yang cukup singkat. Hal itu juga dapat membantu pemerintah setempat menemukan cara paling efisien untuk mengatasi penyakit ini.

Sekadar informasi, negara-negara berkembang di wilayah tropis sampai saat ini masih harus mendistribusikan jaring tidur, obat nyamuk, dan perangkat lain saat malaria menyerang. Melalui penerapan sistem itu, respons pemerintah dapat lebih tepat sasaran.

Selain malaria, metode ini disebut dapat diterapkan pula untuk memperkirakan penyebaran penyakit lain. Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah penyakit yang juga disebabkan oleh nyamuk, seperti zika dan demam berdarah.

(Shintya Alfian/Jek)

Â