Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Prancis belum lama ini mengaku ogah memakai WhatsApp dan Telegram karena server datanya tak ada di dalam negeri.
Mereka ketakutan, server milik kedua aplikasi pesan tersebut bisa diretas. Untuk itu Prancis membuat sebuah aplikasi pesan mandiri yang didukung dengan teknologi enkripsi end-to-end.
Aplikasi chatting ini bernama Tchap dan digadang-gadang lebih aman ketimbang Telegram. Namun, baru satu jam aplikasi ini beroperasi rupanya Tchap sudah diretas. Demikian dikutip dari The Hacker News, Rabu (24/4/2019).
Advertisement
Baca Juga
Namun jangan khawatir, peretasnya adalah hacker putih. Ia adalah peneliti keamanan Prancis Robert Baptise alias Elliot Alderson. Ia pertama mengunduh Tchap dari Google Play. Namun ketika ingin mendaftarkan diri dengan alamat emailnya, mereka mendapati proses validasi eror.
Aplikasi Tchap seharusnya membatasi pembuatan akun, sehingga hanya orang-orang dengan email resmi pemerintah (misalnya email dengan domain @gouv.fr atau @eysee.fr) yang bisa memakai Tchap.
Kemudian, Alderson memodifikasi alamat emailnya jadi mirip dengan alamat email milik pemerintah.
"Aku memodifikasi email yang dipakai untuk pendaftaran ke fs0c131y@protonmail.com@presidence@elysee.fr. Aku menerima email dari Tchap dan bisa memvalidasi alamat akunku," ujarnya.
Dia kemudian berkata, "(Dengan alamat tersebut) aku terdaftar sebagai karyawan Elysee dan memiliki akses ke ruang publik Tchap."
Alderson pun kemudian mengumumkan temuan ini ke tim Matrix yang kemudian langsung mengeluarkan patch untuk memperbaiki masalah ini.
Besut Aplikasi Chatting Mandiri
Sebelumnya, Prancis disebut-sebut enggan dengan aplikasi WhatsApp dan Telegram. Oleh karena itu, pemerintahnya mengembangkan layanan messenger sendiri.
Sebagaimana dikutip Tekno Liputan6.com dari Reuters, Rabu (24/4/2019), layanan chatting milik Prancis ini didukung enkripsi keamanan besutan mereka.
Menurut Kementerian Digital Prancis, pihaknya mengembangkan aplikasi chatting yang dilengkapi enkripsi untuk meredakan kekhawatiran bahwa pihak asing bisa memata-matai percakapan pribadi antarpejabat tingginya.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut pun bukan penggemar WhatsApp dan Telegram, pasalnya keduanya tak punya kantor di Prancis.
Hal ini berpotensi terjadinya peretasan data di server WhatsApp dan Telegram di luar Prancis.
Sejauh ini, sudah ada 20 petinggi dan PNS di Prancis yang memakai aplikasi baru ini.
Aplikasi dirancang oleh para pengembang Prancis. Rencananya, musim panas nanti, seluruh anggota pemerintahan bisa memakai aplikasi chatting tersebut.
"Kita perlu menemukan cara untuk punya layanan pesan terenkripsi yang tidak dienkripsi oleh Amerika Serikat atau Rusia," kata juru bicara kementerian digital Prancis.
Advertisement
WhatsApp dan Telegram Tidak Aman
Dia melanjutkan, potensi peretasan dan pelanggaran data bisa terjadi seperti pada Facebook. "Karenanya kita harus memimpin (dengan memiliki aplikasi chatting sendiri)," tuturnya.
Nah, aplikasi chatting terenkripsi besutan pemerintah Prancis ini dikembangkan berdasarkan kode bebas pakai yang ada di internet. Kemudian, aplikasi ini bisa tersedia untuk seluruh orang Prancis.
Sayang, si juru bicara enggan menyebutkan kode-kode apa yang dipakai serta nama layanan pesan milik Prancis ini.
(Tin/Ysl)