Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi bersiap memulai proyek satelit multifungsi. Dimulainya proyek ini ditandai dengan penandatangan kerjasama dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, menuturkan satelit bernama Satria (Satelit Republik Indonesia) ini menggunakan teknologi high throughput satellite (HTS) dengan kapasitas frekuensi 150Gbps dan memiliki frekuensi Ku-Band.
Menurut rencana, satelit ini akan mencakup sekitar 150 ribu titik yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Nantinya, satelit ini dapat digunakan untuk mendukung beragam kebutuhan, seperti pendidikan, kesehatan, hingga pemerintah.
Advertisement
Baca Juga
"Penggunaan yang paling banyak di pendidikan, sekolah. Ada sekitar 90 ribu sekolah," tutur Rudiantara ditemui usai penandatanganan kerjasama di Jakarta, Jumat (3/5/2019).
Sekadar informasi, layanan internet yang disediakan Satria nantinya mencakup SD, SMP, SMA, SMK, Madrasah, dan Pesantren. Total ada 93.400 titik yang tercakup layanan Satria.
Sementara dari sektor kesehatan, ada sekitar 3.700 titik Puskesmas, Rumah Sakit, dan layanan kesehatan lain. Untuk sektor pertahanan dan keamanan, Satria dapat memenuhi kebutuhan administrasi di 3.900 titik.
Tidak hanya itu, bagi sektor pemerintah daerah, Satria dapat mendukung 47.900 titik kantor desa/kelurahan untuk mendorong e-government.
Lalu, satelit ini dapat mendukung layanan penyaluran pembiayaan kredit ultra mikro (UMI) dan inklusi keuangan.
"Satelit ini merupakan complement, saling melengkapi dengan Palapa Ring. Sebab, Palapa Ring merupakan backbone yang menyentuh kabupaten/kota. Kalau (satelit) ini langsung ke pedalaman yang belum punya akses," ujar Rudiantara mengakhiri pembicaraan.
Didukung Penuh dan Dimonitor Pemerintah
Proyek ini merupakan salah satu dari Proyek Strategis Nasional seperti tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018. Oleh sebab itu, proyek ini didukung penuh dan dimonitor oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri berperan sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK). Adapun PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PT PII) berperan sebagai penjaminan atas pembayaran ketersediaan layanan dan terminasi proyek.
Sementara Badan Pelaksana Usaha ini adalah konsorsium PT Satelit Nusantara Tiga. Konsorsium ini terdiri PT Pintar Nusantara Sejahtera, PT Pasifik Satelit Nusantara, PT Dian Semesta Sentosa, dan PT Nusantara Satelit Sejahtera.
Adapun nilai total untuk proyek ini mencapai Rp 21,4 triliun. Rudiantara menuturkan besarnya dana itu karena mencakup proses pembuatan, peluncuran, pengoperasian, termasuk pemeliharaan satelit selama 15 tahun.
Advertisement
Diberi Nama Satria
Untuk sementara nama setelit ini diberi nama Satria, kependekan dari Satelit Republik Indonesia. Namun, Rudiantara mengatakan nama tersebut dapat berubah saat peluncuran nanti.
Rencananya, proses konstruksi satelit ini dimulai pada akhir 2019 oleh manufaktur satelit asal Prancis, Thales Alenia Space. Adapun peluncuran akan dilakukan pada 2022 dan siap dioperasikan pada 2023.
Direktur Utama BAKTI Anang Latif dalam kesempatan terpisah juga mengaku optimitis proyek satelit ini akan selesai tepat waktu. Anang menuturkan ada beberap faktor yang membuat proyek satelit relatif tidak memiliki banyak kendala.
"Pertama tidak ada isu lahan, berbeda dari palapa ring. Konstruksinya juga dilakukan di pabrikan, sehingga tidak ada isu lingkungan juga. Prediksi saya (proyek satelit ini) tetap waktu," tuturnya.
(Dam/ySL)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: