Sukses

Retas Database Kesehatan AS, Dua Hacker Tiongkok Jadi Buronan

Setidaknya 80 juta data milik warga Amerika Serikat dicuri oleh hacker.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Hukum Amerika Serikat menuding kelompok hacker Tiongkok melakukan aksi peretasan terbesar dalam sejarah kesehatan AS.

Gara-gara peretasan yang dilakukan hacker Tiongkok ini, kabarnya informasi pribadi milik 79 juta orang dicuri.

Dalam keterangan Kementerian Hukum, ada dua orang yang tergabung dalam kelompok hacker tersebut, yakni Wang Fujie (32) dan seorang lain yang tak diketahui namanya alias John Doe menyusup di sistem komputer AS.

Salah satu sistem yang disusupi adalah asuransi kesehatan Anthem dan tiga perusahaan lainnya antara Februari 2014 hingga Januari 2015.

"Para terdakwa menggunakan teknik-teknik canggih untuk meretas ke dalam jaringan komputer dan bisnis (perusahaan) korban tanpa izin. Kemudian, mereka menginstal malware yang selanjutnya membahayakan jaringan komputer bisnis korbannya," kata Kementerian Hukum, sebagaimana dikutip dari The Verge, Selasa (14/5/2019).

Peretasan asuransi ini pertama kali dilaporkan pada Februari 2015. Setidaknya 80 juta data milik warga Amerika dicuri oleh hacker.

Menurut dakwaan, para peretas memulai dengan email phishing yang menyematkan link ke bisnis yang ditargetkan.

Begitu target mengeklik link tersebut, file akan mulai diunduh dan menyebarkan malware yang menyediakan backdoor ke sistem komputer.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Data-Data yang Dicuri

Para hacker pun mencuri informasi pribadi dari pengguna, mulai dari nama, tanggal lahir, alamat, nomor telepon, alamat email, pekerjaan, pendapatan, hingga informasi sensitif seperti identifikasi kesehatan dan nomor jaminan sosial.

Para peretas diduga terdeteksi oleh pihak berwenang pada Januari 2015, setelah otoritas melacak mereka melalui domain yang terdaftar untuk serangan serta sistem virtual pribadi yang dipakai untuk mencuri data.

Sistem virtual ini dibayar dengan Alipay dan mengarah ke Wang Fujie.

"Tudingan dalam surat dakwaan itu menguraikan kegiatan peretasan komputer berbasis Tiongkok sebagai pelanggaran data terburuk dalam sejarah," tutur Asisten Jaksa Agung AS Brian Benczkowsi.

3 dari 3 halaman

Tak Berhenti Mencari Pelaku

Pada Oktober 2018, perusahaan asuransi Anthem harus membayar USD 16 juta (Rp 230,6 miliar) kepada pemerintah AS sebagai bentuk sanksi atas pelanggaran data di atas.

"Serangan siber Anthem ini tak hanya membawa dampak buruk ke perusahaan tetapi juga berdampak pada puluhan dari jutaan warga Amerika," kata Jaksa Agung Josh Minkler.

"Kami tidak akan berhenti di sini, kami berkomitmen untuk membawa pelaku bertanggung jawab secara hukum," katanya.

(Tin/Isk)