Liputan6.com, Jakarta - Pengguna WhatsApp belum lama ini dikejutkan dengan pembobolan WhatsApp melalui celah keamanannya. Belakangan diketahui kalau pihak yang memanfaatkan celah adalah spyware dari Israel yang dibuat oleh perusahaan NSO.
Pakar keamanan dari lembaga riset keamanan siber CISSRec Pratama Persadha menilai, karena WhatsApp digunakan secara masif oleh banyak orang, pengguna pun wajib untuk terus berhati-hati, terutama pengguna dari kalangan pejabat negara.
Advertisement
Baca Juga
Pratama menyebut, banyak pejabat di Indonesia yang berkomunikasi dan memberi keputusan lewat grup WhatsApp. Dia beranggapan, hal ini sangat riskan dan berbahaya bagi keamanan negara.
"Sangat berbahaya pejabat atau tokoh penting di Indonesia memakai WhatsApp dan aplikasi pesan instan gratisan lainnya. Apalagi komunikasi yang dilakukan bersifat penting dan strategis," kata Pratama dalam keterangan resmi yang diterima Tekno Liputan6.com, Rabu (15/5/2019).
Oleh karena itu, kata Pratama, kejadian ini perlu jadi perhatian bersama.
Lebih lanjut Pratama menjelaskan bahwa bahaya dari spyware ini tidak hanya mencuri data percakapan saja, tetapi juga bisa mengambil alih sistem operasi.
Bahkan, spyware ini bisa menginfeksi saat korban mengangkat panggilan WhatsApp dari nomor penyerangnya.Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Ajak Pengguna Update Aplikasi WhatsApp
Agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan, Pratama menghimbau kepada seluruh pengguna WhatsApp untuk segera melakukan pembaharuan sistem, baik untuk platform iOS atau Android.
Tim WhatsApp sendiri sejauh ini sudah melakukan pembaharuan untuk menutupi celah tersebut.
Perlu diketahui, kasus yang terjadi pada WhatsApp telah menambah rentetan masalah keamanan data pada perusahaan di bawah naungan Facebook.
Sebelumnya Facebook telah berkali-kali bermasalah dengan isu keamanan, yang paling ramai adalah kasus penyalahgunaan data pengguna oleh konsultan politik Cambridge Analityca.
Namun demikian, menurut Pratama, kasus yang menimpa WhatsApp saat ini berbeda. Pasalnya WhatsApp telah menjamin kerahasiaan pesan dan telpon dengan enkripsi yang menjadi standar komunikasi yang aman di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Amnesti Internasional bergerak cepat dengan rencana menuntut kasus ini ke pengadilan.
Kementrian Pertahanan Israel yang akan ditarget sebagai pihak tergugat. Amnesti Internasional melihat tindakan pemerintah Israel membiarkan NSO menjual dan menyebarkan software berbahaya ini sebagai tindakan melawan hak asasi manusia.
Advertisement
Tanda Kalau Perangkat Kamu Terdampak
Sebelumnya, ramai berita tentang pembobolan WhatsApp oleh kelompok hacker. Hacker tersebut memanfaatkan celah rentan dalam aplikasi dan menyebarkan spyware alias software mata-mata pada iPhone dan Android.
Kelihatannya tidak ada cara yang pasti untuk mengecek apakah perangkat kamu termasuk yang dibobol gara-gara WhatsApp.
Meski demikian, ada tanda-tanda tertentu yang bisa membantu membedakan apakah smartphone kamu tengah dimanipulasi oleh pihak ketiga atau tidak.
Hal ini diungkapkan oleh Ahli Keamanan Smartphone dari Symantec Domingo Guerra.
"Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mencoba melihat perubahan-perubahan di smartphone kamu," kata Guerra, sebagaimana dikutip Tekno Liputan6.com dari Business Insider Singapore, Rabu (15/5/2019).
Dia mengatakan, ketika penggunaan baterai lebih boros dibandingkan sebelumnya atau perangkat tiba-tiba menjadi panas, mungkin hal tersebut karena perangkat mengirim dan menerima banyak data.
"Itu bisa jadi salah satu tanda bahwa perangkat telah dibobol," kata Guerra.
Untuk itulah, kata Guerra, memperbarui aplikasi WhatsApp ke versi terbaru serta memastikan sistem operasi smartphone ke versi paling baru merupakan hal yang harus dilakukan, jika perangkat terdampak pembobolan WhatsApp.
Pihak WhatsApp sendiri mengatakan telah menemukan celah kerentanan itu bulan Mei ini dan langsung memperbaikinya.
Namun demikian, WhatsApp tak bisa mengetahui berapa banyak penggunanya terdampak pembobolan ini.
(Tin/Isk)