Liputan6.com, Jakarta - Facebook tengah berupaya memulihkan sejumlah akun grup yang secara tak sengaja dihapus atau jadi korban sabotase.
Mengutip The Verge, Minggu (18/5/2019), media sosial besutan Mark Zuckerberg ini menghapus sejumlah grup dari platform-nya setelah mendeteksi adanya konten yang melanggar kebijakan komunitas.
Advertisement
Baca Juga
Setelah diinvestigasi, ditemukan bahwa konten tersebut sebenarnya diunggah oleh grup yang sah dan tidak melakukan pelanggaran terhadap aturan Facebook.
Facebook pun kini berkerja untuk memulihkan setiap kelompok yang terkena dampak dan mencegah hal ini terulang kembali.
Masalah ini diduga terjadi pada 13 Mei lalu dan bermula dari akun meme populer di Facebook Crossovers Nobody Asked For (CNAF) yang kini memiliki lebih dari 500 ribu anggota. Tiba-tiba saja akun grup ini dihapus.
Kemudian, admin grup mencoba membuat para anggota grup untuk bergabung di grup baru, yakni Crossovers Nobody Asked For (CNAF) 2. Namun, akun grup ini kembali ditutup satu hari kemudian.
Tidak hanya itu, laman Know Your Meme melaporkan, anggota CNAF melacak hasil tangkapan layar grup yang dikenal dengan nama Indonesian Reporting Commission (IReC) menyarankan CNAF dihapus.
Admin Grup Ketakutan Lamannya Dihapus
Kemudian, anggota grup lainnya merasa curiga, bahwa anggota grup IReC berada di balik serangan itu. Facebook rupanya tidak mengonfirmasi upaya pelaporan massal tersebut.
Karena kabar beredar dengan cepat, ribuan grup populer Facebook lainnya mengubah deskripsi dari "private" ke "secret". Hal ini dilakukan untuk menghindarkan diri dari penutupan grup seperti yang dialami CNAF.
Saat beralih status ke grup "secret", admin perlu mengundang seorang pengguna Facebook untuk bisa gabung karena grup bersifat rahasia dan keberadaannya tidak diketahui orang lain.
Serangan terhadap grup ini tampaknya dirasakan oleh sejumlah besar pengguna Facebook. Pasalnya, mereka mengeluhkan di Facebook dan Twitter tentang grupnya yang berubah status dari "private" menjadi "secret".
Advertisement
Algoritma Pelaporan Konten
Sejumlah pengguna menyebutnya "The Great Zuccening of 2019" dan ada pula yang menyebutnya "Groupocalypse".
Insiden ini sebagian besar terkonsentrasi di antara jaringan grup populer. Gara-gara takut akan penangguhan atau pelarangan yang digerakkan secara algoritmik (didukung AI), sejumlah pihak menggarisbawahi kerentanan pendekatan moderasi jejaring sosial itu.
Facebook telah lama bermasalah dengan pengawasan konten yang diunggah oleh pengguna.
Masalah-masalah tersebut meluas ke segala sesuatu mulai dari foto nudity atau ketelanjangan karya seni terkenal, sampai ke kegagalannya mengenali konten penembakan di Christcurch, Selandia Baru.
(Tin/Isk)