Liputan6.com, Jakarta - Huawei telah dipastikan masuk dalam daftar hitam pemerintah Amerika Serikat (AS). Oleh sebab itu, perusahaan asal AS dilarang untuk menjalin hubungan bisnis dengan Huawei.
Namun, aturan ini ternyata tidak langsung diterapkan. Pemerintah AS memberikan kelonggaran waktu bagi Huawei untuk tetap menjalin bisnis dengan perusahaan Amerika Serikat hingga 90 hari ke depan.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Channel News Asia, Selasa (21/5/2019), Departemen Perdagangan AS masih mengizinkan Huawei menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan AS untuk memastikan infrastruktur jaringan yang sudah ada tetap beroperasi, termasuk menyediakan software baru untuk perangkat besutan perusahaan tersebut.
Kendati demikian, Huawei tetap dilarang membeli komponen untuk pembuatan produk baru dari perusahaan AS. Perusahaan asal Tiongkok itu memerlukan izin terlebih dulu untuk dapat melakukan pembelian.
Penundaan ini sendiri dilakukan karena cukup banyak rekanan bisnis Huawei di ASÂ yang terdampak dengan penerapan aturan tersebut. Terlebih, Huawei merupakan perusahaan infrastruktur jaringan yang banyak digunakan di Amerika Serikat.
"Ternyata, pembatasan hubungan ini cukup berdampak pada pihak ketiga yang menggunakan perangkat atau sistem Huawei. Karenanya, langkah ini dilakukan untuk mencegah jaringan mati," tutur mantan pegawai Departemen Perdagangan Amerika Serikat, Kevin Wolf.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Perintah Eksekutif Donald Trump
Untuk diketahui, pekan lalu, Donald Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang menyatakan ancaman musuh asing terhadap jaringan komunikasi, teknologi, dan layanan sebagai darurat nasional.
Perintah itu membatasi keterlibatan asing dalam jaringan operator nasional, diikuti dengan langkah Departemen Perdagangan Amerika yang menambahkan Huawei ke daftar hitam perdagangannya.
Alasan utama mengapa AS melakukan ini adalah karena Huawei punya keterikatan erat dengan pemerintah Tiongkok, dan AS takut jika perangkat Huawei digunakan untuk memata-matai negara. Huawei sendiri sudah membantah kalau produknya membahayakan.
(Dam/Jek)
Advertisement