Sukses

iPad dan Macbook Bakal Produksi di Batam Mulai Juni?

Setelah resmi bekerja sama dengan Pegatron, Sat Nusa diyakini bakal melakukan produksi sejumlah perangkat Apple di Batam.

Liputan6.com, Batam - Akhir tahun lalu, PT Sat Nusapersada mengonfirmasi sudah teken kontrak dengan salah satu perusahan perakit komponen terbesar di dunia, yakni Pegatron Corporation.

Sekadar informasi, Pegatron merupakan perusahaan asal Taiwan yang dipilih Apple untuk merakit sejumlah komponen untuk produk perangkat pintarnya.

Dengan kerja sama ini, besar kemungkinan fasilitas produksi Sat Nusa di Batam bakal memproduksi sejumlah produk Apple.

"Ada laptop dan tablet. Saya tidak bisa sebutkan mereknya, tetapi kita bakal mulai produksi pada Juni," ucap CEO PT Sat Nusapersada, Abidin Hasibuan, saat ditemui di Batam.

"Brand asal Amerika Serikat, dan import-nya ke sana," jawabnya saat ditanya asal brand laptop dan tablet tersebut.

Ia juga menyebutkan, Pegatron sempat berencana untuk membuka pabrik di luar Tiongkok.

"Sempat akan memilih Vietnam, tetapi saya coba menyakinkan mereka. Akhirnya mereka 'kepincut' dan memutuskan untuk investasi ke Batam" jelasnya.

Diketahui, Pegatron saat ini sedang merenovasi dua pabrik yang bakal dijadikan fasilitas produksi. Adapun Sat Nusa menjadi bagian dari kontraktornya.

"Berhubung produksi Pegatron terlalu besar dan banyak, sebagian line produksi dan finishing-nya bakal dikerjakan di Sat Nusa."

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Jurus Bos Sat Nusapersada Rayu Pegatron

CEO PT Sat Nusapersada, Abidin Hasibuan (kiri) saat ditemui di pabriknya di Batam. (Liputan6.com/ Yuslianson)

Lebih lanjut, Abidin mengungkap cara dirinya menyakinkan Pegatron agar mau berinvestasi di Tanah Air yang memang memiliki produktivitas lebih baik dari Tiongkok.

"Produktivitas kami 180 persen dari Tiongkok. Di sana turn over-nya tinggi, satu bulan puluhan persen, kalau kita 2% persen," tambah Abidin.

Bos Sat Nusa ini juga mengatakan, "Vietnam sekarang sudah mulai kekurangan tenaga kerja ahli, dan bisa berujung menjadi bencana bagi investor."

"Investasi terlalu cepat ke suatu negara itu berbahaya, tapi tidak ada investasi juga berbahaya," pungkasnya.

(Ysl/Jek)