Sukses

AJI Desak Pembatasan Akses Media Sosial Dicabut

Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) mendesak pemerintah untuk segera mencabut kebijakan pembatasan akses media sosial.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) mendesak pemerintah untuk segera mencabut kebijakan pembatasan akses media sosial. Langkah pemerintah tersebut dinilai tidak sesuai dengan UUD 1945 dan Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (HAM).

"Kami menilai langkah ini tak sesuai Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, serta pasal 19 Deklarasi Umum HAM yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi," ungkap Ketua Umum AJI Indonesia, Abdul Manan, dalam keterangan resmi AJI, Sabtu (25/5/2019).

Pemerintah memutuskan membatasi akses media sosial sejak Selasa (21/5/2019), khususnya fitur video dan gambar, pasca demonstrasi yang berujung dengan bentrokan dan pembakaran.

Demonstrasi tersebut terkait dengan hasil pengumuman pemenang Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sampai berita ini ditulis, belum ada kejelasan dari pemerintah mengenai batas akhir pembatasan akses media sosial. Pemerintah beralasan pembatasan dilakukan untuk mencegah peredaran informasi palsu atau hoaks.

AJI pun meminta pemerintah untuk menghormati hak publik untuk memperoleh informasi, walau tak memungkiri adanya hoaks di media sosial.

"Kami menyadari bahwa langkah pembatasan oleh pemerintah ini ditujukan untuk mencegah meluasnya informasi yang salah, demi melindungi kepentingan umum. Namun kami menilai langkah pembatasan ini juga menutup akses masyarakat terhadap kebutuhan lainnya, yaitu untuk mendapat informasi yang benar," jelas Abdul Manan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Kebebasan Berekspresi dan Transparansi Pemerintah

AJI juga menyerukan kepada semua pihak untuk menggunakan kebebasan berekspresi dengan sebaik-baiknya.

"Kami menolak segala macam tindakan provokasi dan segala bentuk ujaran kebencian, karena itu bisa memicu kekerasan lanjutan serta memantik perpecahan yang bisa membahayakan kepentingan umum dan demokrasi," sambung Abdul Manan.

Pemerintah pun didorong untuk meminta penyelenggara media sosial mencegah penyebarluasan hoaks, fitnah, hasut, dan ujaran kebencian secara efektif, melalui mekanisme yang transparan, sah, dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.

(Din/Jek)