Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah membuka kembali akses media sosial seperti semula pada hari ini, Sabtu (25/5/2019). Sejauh ini, pemerintah belum ada rencana untuk melakukan hal yang sama di masa mendatang.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, saat ditanya soal kemungkinan akses media sosial akan kembali dibatasi.
Advertisement
Baca Juga
"Justru jangan diharapkan (pembatasan akses), jangan melemparkan konten provokasi dan fitnah. Kita juga tidak berpikir lagi untuk melakukan ini," ungkap Rudiantara, dalam acara Breaking News Liputan6, Sabtu siang (25/5/2019).
Rudiantara pun menekankan pentingnya peran masyarakat untuk menjaga ranah internet agar bebas dari konten negatif, termasuk hoaks.
Sebelumnya, pemerintah mengatakan banyaknya hoaks terkait aksi demonstrasi pada pekan ini sebagai alasan pembatasan akses media sosial. Demonstrasi yang dimaksud berkaitan dengan aksi 22 Mei soal pemenang Pilpres 2019.
"Ayo kita sama-sama menjaga ini, warganet semuanya yang memiliki ponsel, aplikasi, media sosial, untuk sama-sama bertanggungjawab," sambung pria yang akrab disapa Chief RA tersebut.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
UU ITE Tak Cukup Atur Konten Negatif?
Dijelaskannya, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) memang sudah mengatur berbagai hal terkait konten negatif.
Ada ayat dan pasal yang ditujukan untuk konten-konten tersebut, tapi kata Rudiantara, juga disebutkan di dalamnya tugas pemerintah untuk menjaga masyakarat dari konten negatif.
"Di sana (UU ITE) juga disebutkan ada tugas pemerintah untuk menjaga masyarakat dari hal-hal yang seperti ini (konten negatif). Karena ada tugas dan kewajibannya, pemerintah pasti salah kalau tidak melaksanakannya," jelas Rudiantara soal keputusan pembatasan akses media sosial.
Terlepas dari berbagai tindakan yang diambil pemerintah, hal yang lebih dibutuhkan adalah literasi di dalam masyarakat untuk menghentikan penyebaran konten negatif. Sayangnya, perkembangan teknologi di Indonesia lebih cepat dibandingkan literasi masyarakat.
"Kecepatan teknologi di Indonesia, dinamikanya lebih cepat ketimbang literasi masyarakat Indonesia," pungkasnya.
(Din/Jek)
Advertisement