Sukses

Imej Apple di Tiongkok Runtuh, Pengaruhi Penjualan?

Keruntuhan imej iPhone sudah diprediksikan sebelumnya oleh para analis.

Liputan6.com, Jakarta - Dengan pemerintah Amerika Serikat (AS) melarang perusahaan teknologinya bekerja sama dengan Huawei, sejumlah produk AS terkena boikot di Tiongkok. Apple mungkin bakal jadi 'calon'nya.

Warga Tiongkok dikenal patriotik, jadi meski CEO Huawei, Ren Zhengfei, 'melindungi' Apple dan isinya, mereka tetap berbondong-bondong meninggalkan iPhone karena konteks masalah yang lebih besar, yaitu perang dagang antar dua negara.

Keruntuhan imej iPhone sudah diprediksikan sebelumnya oleh para analis. Salah satunya dipublikasikan di situs web analisis, Canalys, seperti yang dilansir Tekno Liputan6.com dari Phone Arena, Jumat (31/5/2019).

Pada kuartal ke-3 tahun 2018, Huawei menduduki peringkat pertama sebagai merek smartphone populer di Tiongkok, disusul oleh Vivo, Oppo dan Xiaomi.

Sementara Apple menduduki peringkat 5, meski sempat naik peringkat pada kuartal ke-4 2018. Namun poin pentingnya, penjualan iPhone di Tiongkok menurun dibanding periode sebelumnya.

2 dari 2 halaman

Penjualan Turun Hingga 30 Persen

Penurunan terbesar terjadi di 3 bulan pertama tahun 2019. Menurut data Canalys, Apple hanya mampu menjual 6,5 juta saja di Tiongkok, padahal awal tahun sebelumnya penjualan bisa mencapai 9,3 juta.

Apple memang tidak kehilangan banyak uang, tapi itu berarti telah terjadi penurunan yang besar, hingga 30 persen.

Fakta lainnya, penjualan di Tiongkok menyumbang sebesar 18 persen dari keseluruhan angka penjualan, sehingga dipastikan 'pemboikotan' ini bakal menurunkan laju bisnis Apple.

Mungkin, masalah terbesar Apple sekarang adalah popularitas iPhone yang diprediksi terus menurun di seluruh dunia, berawal dari region Tiongkok. Dilaporkan, angka penjualan iPhone turun 9 hingga 16 juta unit pada kuartal ke-1 2019.

Terlepas dari itu, tidak ada yang tahu kapan ketegangan antara AS dan Tiongkok bakal berlangsung, sehingga apapun yang akan terjadi, masing-masing pihak harus siap menerima resikonya.

(Tik/Ysl)