Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jerman putuskan untuk mendenda Facebook sebesar USD 2,3 juta atau sekitar Rp 32,5 miliar (Kurs 1 Dolar = Rp 14.143) karena melanggar undang-undang hate speech negara tersebut.
Kantor Pengadilan Federal di Jerman menyebutkan dalam siaran persnya bahwa laporan transparansi Facebook selama 6 bulan di tahun 2018 hanya memuat 'sedikit keluhan mengenai konten ilegal'.
Mengutip laman CNET, Kamis (4/7/2019), hal ini memperlihatkan seolah terjadi distorsi di hadapan publik karena platform media sosial ini terlihat tidak bisa menangani komplain konten ilegal dengan baik.
Advertisement
Laporan transparansi Facebook dinilai tidak lengkap dan memberikan informasi yang salah.
Baca Juga
Menurut Network Enforcement Act di bawah hukum Jerman, platform media sosial wajib mempublikasi laporan setiap 6 bulan sekali tentang prosedur penanganan komplain konten ilegal.
Hingga saat ini, Facebook masih belum memberi komentar.
Sebenarnya, denda ini bukan jumlah yang besar bagi raksasa teknologi besutan Mark Zuckerberg. Bulan Januari hingga Maret saja, Facebook berhasil meraup USD 15,08 miliar atau sekitar Rp 213,2 triliun.
Tapi, kasus ini menyoroti fakta kalau Facebook sepertinya harus membangun relasi baik dengan pemerintah dan regulasinya seputar privasi, keamanan dan moderasi konten. Sebelumnya, Facebook juga kena denda USD 5 miliar oleh Komisi Perdagangan Federal karena dugaan kebocoran privasi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Kantor Dikirim Paket Gas Beracun
Bukan cuma skandal, sepertinya akhir-akhir ini Facebook selalu mengalami kejadian mencengangkan.
Seisi kantor Facebook di Menlo Park, California, Amerika Serikat mendadak heboh gara-gara deteksi gas beracun jenis sarin.
Pihak Facebook menyebut, gas beracun sarin ini diduga datang bersama paket mencurigakan yang diterima oleh kantor Facebook.
Dalam pernyataannya pada Selasa pagi, juru bicara Facebook Anthony Harrison mengatakan, "Pada 1 Juli 2019, sekitar pukul 11 pagi, ada surat yang dikirim salah satu ruang surat kami di Menlo Park. Sebagai bagian dari proses penyaringan keamanan surat rutin Facebook, kami mengidentifikasi zat yang berpotensi berbahaya."
Harrison mengatakan, karena pihak Facebook sangat berhati-hati, mereka akhirnya mengevakuasi empat bangunan terdekat dan memulai penyelidikan menyeluruh berkoordinasi dengan pihak keamanan.
"Kami melakukan prosedur keamanan dan keselamatan yang sangat ketat, untuk membatasi paparan (gas beracun) dan menjadi keselamatan karyawan kami," kata Harrison, dikutip dari CNET, Rabu (3/7/2019).
Selanjutnya, sejumlah karyawan yang bekerja di fasilitas terdekat diawasi. Untungnya tidak ada satu pun orang yang menunjukkan gejala terpapar gas.
Sekadar informasi, sarin merupakan gas beracun buatan manusia yang dipakai sebagai senjata kimia. Eksposur sarin bisa menyebabkan hilangnya kesadaran, kejang-kejang, kelumpuhan, gagal pernapasan, hingga kematian. Â
Advertisement
Negatif Sarin Setelah Diperiksa
Setelah sempat heboh hingga dilakukan evakuasi bangunan-bangunan terdekat, otoritas melakukan pemeriksaan yang mendalam.
"Otoritas mengkonfirmasi hasil tesnya negatif untuk setiap zat yang berpotensi berbahaya. Bangunan telah dibersihkan untuk bisa didatangi kembali," kata Harrison.
Sementara itu, dalam pernyataannya, juru bicara FBI Cameron Polan mengatakan, pihak FBI, agensi, dan penegak hukum lainnya telah melakukan pengecekan paket yang dicurigai.
Ia mengatakan, hasil tes menyebutkan bahwa paket tersebut tidaklah berbahaya.
Sebelumnya pada Senin pagi, Pusat Komunikasi Kemanan Publik San Mateo menerima telepon dari seseorang yang menyebut, adanya kiriman paket "mengandung zat kimia (berbahaya) di dalamnya".
Parahnya, penelepon menyebut, ada dua orang yang mungkin terpapar zat sarin. Kemudian, otoritas langsung melakukan pengecekan di lokasi yang dimaksud, yakni kantor pusat Facebook, kemudian mengamankan paket yang dicurigai.
Ancaman-ancaman semacam ini bukan terjadi untuk yang pertama kalinya di perusahaan teknologi.
Pasalnya pada bulan April 2018, seorang perempuan menembak tiga orang di kantor pusat YouTube. Selanjutnya, perempuan tersebut menembak dirinya sendiri.
Rupanya, si penembak merasa marah dengan cara YouTube menangani saluran videonya.
Kemudian, pada Desember 2018, Facebook mengevakuasi kantor pusatnya setelah menerima ancaman bom. Rupanya ancaman tersebut juga palsu belaka.
(Tik/Isk)