Sukses

Sempat Hilang, Seorang Wanita Temukan Suaminya Muncul di Aplikasi TikTok

Kejadiannya berawal sekitar tahun 2016 dimana sang suami, Suresh, pergi dari rumah dan tidak pernah kembali.

Liputan6.com, Jakarta - Apa yang lazimnya kamu lakukan kalau membuka aplikasi TikTok? Bermain dengan beragam fitur videonya, tentunya. Tapi bagaimana bila kamu tiba-tiba menemukan orang yang selama ini kamu cari di sana?

Bisa saja, seperti kisah wanita yang satu ini. Wanita asal Tamil Nadu, India ini menemukan suaminya yang telah hilang bertahun-tahun di aplikasi TikTok.

Mengutip laman Vice, Sabtu (6/7/2019), kejadiannya berawal sekitar tahun 2016 dimana sang suami, Suresh, pergi dari rumah dan tidak pernah kembali.

Sang istri, Jayapradha dan keluarganya terus berusaha mencari jejak Suresh namun nihil. Bahkan, pihak kepolisian menyatakan Suresh telah hilang.

Sampai pada satu waktu, kerabat Jayapradha tak sengaja melihat lelaki dengan perawakan yang mirip seperti Suresh di video TikTok. Lelaki itu sedang bersama perempuan transgender. Sontak, Jayapradha langsung mengenalinya dan melapor pada polisi.

Polisi kemudian menelusuri video tersebut dan meminta bantuan asosiasi transgender untuk melacak lokasi mereka. Benar saja, Suresh ada bersama wanita transgender tersebut di daerah Horus. Dirinya mengaku kabur dari rumah karena ada masalah.

Akhirnya, Suresh kembali bersama istri dan anak-anaknya. Ada-ada saja, ya?

2 dari 3 halaman

TikTok Diduga Langgar Regulasi Perlindungan Data

Aplikasi berbagi video, TikTok, tengah diselidiki di Inggris terkait dugaan pelanggaran regulasi perlindungan data pengguna anak. Selain itu, penyidik juga ingin melihat apakah layanan tersebut memprioritaskan keselamatan anak-anak.

Dikutip dari The Guardian, Kamis (4/7/2019), Komisioner Informasi Inggris di Information Commissioner's Officer (ICO), Elizabeth Denham, mengatakan kepada komite parlemen bahwa investigasi tersebut telah dimulai sejak Februari 2019.

Penyelidikan ini didorong oleh denda jutaan dolar dari Federal Trade Commission (FTC) terhadap TikTok untuk pelanggaran serupa.

"Kami berusaha mencari alat transparan untuk anak-anak. Kami melihat sistem pesan yang benar-benar terbuka, kami melihat jenis video yang dikumpulkan, dan dibagikan oleh anak-anak secara online. Kami menginvestigasi TikTok secara aktif saat ini," ungkap Denham.

Selain kekhawatiran umum tentang cara pengumpulan data pribadi, kata Denham, juga ada kekhawatiran tentang cara sistem pesan terbuka memungkinkan orang dewasa untuk mengirim pesan kepada anak-anak.

Menurutnya, TikTok berpotensi melanggar peraturan perlindungan data Eropa, GDPR. Berdasarkan regulasi tersebut, TikTok diwajibkan untuk menyediakan layanan dan perlindungan yang berbeda untuk anak-anak.

Dalam sebuah pernyataan, TikTok mengatakan, "Kami bekerja sama dengan organisasi seperti ICO untuk memberikan informasi relevan tentang produk kami, sehinga bisa mendukung pekerjaan mereka. Kami memastikan prinsip-prinsip perlindungan data ditegakkan sebagai prioritas utama TikTok."

3 dari 3 halaman

Dililit Masalah

Pada Februari 2019, Bytedance, perusahaan Tiongkok selaku pemilik TikTok, didenda USD 5,7 juta karena dinilai telah secara ilegal mengumpulkan informasi pribadi anak-anak di bawah umur 13 tahun.

FTC mengatakan, TikTok sebenarnya menyadari bahwa ada persentase signifikan dari pengguna anak di bawah umur 13 tahun.

Hukum AS mengamanatkan perlindungan data yang ketat untuk anak-anak tersebut. FTC juga mengaku menerima ribuan keluhan dari orangtua terkait anak-anak mereka yang berusia di bawah 13 tahun telah membuat akun Musical.ly.

Layanan ini dibeli oleh Bytedance pada 2017. Bytedance kemudian menyatukan Musical.ly dan TikTok.

Ketua FTC, Joe Simons, mengatakan TikTok gagal meminta izin orangtua sebelum mengumpulkan nama, alamat email, dan informasi pribadi lainnya dari pengguna muda tersebut.

(Tik/Ysl)