Liputan6.com, Tokyo - Google baru saja mengungkap sejumlah informasi terbaru tentang perkembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelegence, AI) dalam gelaran Google Solve with AI.
Bertempat di Tokyo, Jepang, raksasa mesin pencari ini mengungkap bagaimana AI dapat digunakan untuk menyelesaikan beragam masalah dalam berbagai bidang, seperti kesehatan, lingkungan hidup, perlindungan bencana, dan lainnya.
Baca Juga
Salah satu yang memanfaatkan teknologi AI besutan Google ini adalah startup asal Indonesia, yakni Gringgo.
Advertisement
Mengawali kiprahnya pada akhir 2014, startup yang berawal dengan nama "Cash for Trash" yang berbasis di Bali ini berusaha untuk menyelesaikan salah masalah terbesar di Indonesia, yakni sampah.
Banyak yang tidak mengetahui, pendapatan tukang sampah tergantung dari berapa banyak dan nilai jual limbah daur ulang yang mereka kumpulkan.
Lewat aplikasi yang sudah dikembangkan Gringgo sejak 2017, tukang sampah di Bali kini mampu melacak jumlah dan tipe sampah yang mereka kumpulkan, juga membuat mereka bekerja lebih efisien.
Kini setelah mendapatkan dukungan--dana dan teknologi AI--dari Google, bagaimana Gringgo mengimplementasikan teknologi kecerdasan buatan tersebut ke aplikasi buatan mereka?
"Dengan bantuan Google dan bekerja sama dengan Datanest, kami mengembangkan sebuah tool pengenalan gambar berbasis platform machine learning Google, yakni TensorFlow," ucap Febriadi Pratama, Co-founder of Gringgo Indonesia Foundation, Rabu (11/7/2019), kepada media saat acara Google Solve with AI di Tokyo, Jepang.
Cara Kerja AI di Aplikasi Gringgo
Bersamaan dengan teknologi AI yang sudah tersematkan di dalam aplikasi, tukang sampah kini bisa mengambil foto sampah, dan mengetahui berapa nilai sampah tersebut.
"Dengan begini, mereka dapat mengetahui berapa harga sampah yang dipungut, membantu mengoptimalkan jam operasi, dan tentunya meningkatkan pendapatan mereka," paparnya.
Febriadi mengatakan, tukang sampah masih mengandalkan pendapatan berdasarkan komisi dari para pengusaha TPS (Tempat Penampungan Sementara) sampah.
"Kini mereka tidak tergantung berdasarkan komisi, pendapatan mereka bakal bertambah dengan memakai Gringgo."
Meski sudah mendapatkan dukungan dari Google, Febriadi masih belum ada rencana ekspansi ke kota lain, khususnya ke Jakarta.
"Dari sudut pandang kita, Jakarta itu lebih kompleks ketimbang Bali. Dengan model yang ada saat ini, melebarkan sayap ke Ibu Kota itu sama saja 'bunuh diri'," ucapnya.
Manggala D. Ratulangie, CEO dan Co-founder Datanest menjelaskan, "Pada saat ini, kami ingin mengumpulkan data dan mengembangkan model yang lebih solid sehingga dapat diadopsi oleh kota lain di Indonesia ataupun di luar negeri."
"Saat ini belum ada pemerintah pusat yang mendekati atau bekerja sama dengan kita, mungkin masih dalam masa pasca pemilu jadi belum ada yang fokus. Tunggu update selanjutnya ya," tambah Febriadi.
Advertisement
Tantangan Gringgo
Febriadi mengakui, tukang sampah menghadirkan tantangan tersendiri. "Kami harus meyakinkan mereka, Gringgo tidak ingin memutus mata pencaharian mereka. Tetapi sebagai solusi."
"Butuh beberapa waktu agar dapat percaya kepada kami. Namun, setelah melihat benefit yang didapat, mereka pun akhirnya lebih terbuka."
Tantangan lain yang dihadapi adalah sumber daya manusia di balik pengembangan teknologi ini.
Saat ini, Gringgo masih fokus pada sampah Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Apa itu FMCG? Ini adalah produk yang memiliki perputaran omset dengan cepat, dan biaya yang relatif rendah.
FMCG umumnya mencakup berbagai macam produk konsumen yang sering dibeli termasuk peralatan mandi, sabun, kosmetik, pasta gigi, pisau cukur dan deterjen, serta non-durable seperti gelas, lampu, baterai, produk berbahan kertas dan barang-barang plastik.
(Ysl/Isk)