Liputan6.com, Jakarta - WhatsApp dianggap sebagai aplikasi yang aman digunakan untuk berkirim pesan. Pasalnya, aplikasi ini dilengkapi dengan fitur enkripsi yang membuat pesan tidak bisa dibaca, selain oleh penerima pesan.
Namun demikian, seorang profesor di Indian Institute of Technology-Madras V Kamakoti menekankan bahwa pesan di WhatsApp bisa dilacak dengan mudah.
Advertisement
Baca Juga
Sang profesor menyebut, tanpa mengurangi fitur enkripsi, pesan tetap bisa dilacak. Meski begitu, pelacakan ini disebut-sebut tidak akan mempengaruhi privasi pengguna WhatsApp.
"Saat WhatsApp menyebut, tidak mungkin menunjukkan asal pesan, saya justru berkata itu mungkin dilakukan," kata V Kamakoti di depan kuliah umum di Indian Council of World Affair, seperti dikutip dari BGR, Jumat (12/7/2019).
Ia mengatakan, ketika sebuah pesan dikirimkan lewat WhatsApp, identitas pengirim asal juga bisa terungkap bersama dengan pesan tersebut.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Forward Pesan WhatsApp
"Pesan dan asal pengirim pesan hanya bisa dilihat oleh penerima. Namun, ketika penerima mem-forward pesan tersebut, identitas pengirim pertama bisa terungkap ke penerima berikutnya," kata Kamakoti.
Kamakoti menyebutkan, dengan cara ini, pengguna tidak perlu melanggar enkripsi end-to-end dan melanggar privasi siapa pun. Pengguna hanya membuat pesan dapat dilacak.
Pihak WhatsApp sendiri belum memberikan tanggapan atas hal di atas.
Advertisement
Enkripsi WhatsApp dan Telegram Bakal Dilarang di AS?
Masih terkait enkripsi, pemerintah Presiden AS Donald Trump kini menebar teror pada fitur enkripsi end-to-end yang ada di aplikasi chatting.
Dua aplikasi yang memiliki fitur ini antara lain adalah WhatsApp dan Telegram.
Dengan adanya fitur enkripsi end-to-end ini, pesan yang dikirim oleh satu pengguna ke pengguna lainnya hanya bisa dibaca oleh pengirim dan penerima pesan.
Pemilik aplikasi pesan pun mengklaim mereka tak bisa membaca pesan ataupun meretas kode enkripsi tersebut.
Laman Politico melaporkan, petugas senior di pemerintahan Trump tengah mempertimbangkan untuk meminta Congress menyiapkan aturan hukum untuk fitur enkripsi end-to-end.
Pasalnya, fitur enkripsi end-to-end dianggap menyulitkan penegak hukum untuk melakukan investigasi terkait kasus narkoba, ponografi anak, hingga terorisme.
Hasil rapat yang digelar Komisi Keamanan Nasional AS (NSC) tak bisa mencapai kesepakatan mengenai langkah apa yang harus diambil untuk fitur enkripsi end-to-end.
Usulan aturan hukum tentang pelarangan fitur enkripsi end-to-end tentu seperti dua sisi mata uang. Pada satu sisi, memudahkan pemerintah untuk proses investigasi.
(Tin/Isk)