Sukses

Pakai AI dan Machine Learning, Google Mampu Prediksi Bencana Banjir

Dalam acara tersebut, Google mengungkap bagaimana AI dan machine learning mereka mampu memecahkan masalah dalam hal prediksi banjir.

Liputan6.com, Tokyo - Google baru saja menggelar acara bertajuk "Solve with AI" di Tokyo, Jepang, tentang kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) dan machine learning.

Dalam acara tersebut, Google mengungkap bagaimana AI dan machine learning mereka mampu memecahkan masalah di lingkungan hidup, sosial, kesehatan hingga pencegahan bencana banjir.

Dari sekian topik yang dibahas dalam acara Google Solve with AI, paparan tentang bagaimana AI dan machine learing digunakan untuk memprediksi bencana banjir jadi perhatian.

Seperti yang diungkap oleh Sella Nevo, Software Engineering Manager, Google AI, project pilot yang dilakukan di Patna, India, ini mampu memprediksi dan menginformasikan bakal ada banjir datang via notifikasi Google alerts.

Apa yang mendasari raksasa mesin pencari itu mengembangkan AI untuk memprediksi banjir lewat kecerdasan buatan milik mereka?

"Google sudah lama berkecimpung dalam respon darurat dengan mengirimkan alerts atau notifikasi ke pengguna Android saat bencana terjadi. Namun kala itu, perusahaan tidak memiliki peringatan dalam hal banjir," ucap Sella.

"Kita tidak bisa memprediksi banjir saat itu karena tidak memiliki seluruh informasi yang dibutuhkan. Berbekal informasi data yang dikumpulkan saat ini, kami dapat menyebarkan alerts lebih akurat," kata Sella.

 

2 dari 2 halaman

Tantangan yang Harus Google Hadapi

Sella Nevo, Software Engineering Manager, Google AI. (Doc: Google)

Untuk menghasilkan data akurat tersebut, Sella dan timnya harus menghadapi berbagai macam tantangan.

Tantangan yang pertama harus dihadapi adalah bagaimana caranya mendapatkan gambar topografi perrmukaan bumi yang berkualitas tinggi.

"Saat mengerjakan pertama kali, kami hanya memiliki gambar peta beresolusi rendah. Karenanya, AI tidak dapat mengetahui topografi sebuah kawasan yang sering dilanda banjir sebenarnya."

Tantangan kedua dalam pengumpulan data adalah bentuk bumi yang berubah-ubah.

"Mungkin dulu hanya sebatas aliran sungai kecil, tapi beberapa waktu kemudian berubah menjadi lebih dalam dan lebar," katanya.

Tak hanya itu, untuk membuat topografi yang lebih detail dan berubah-ubah butuh biaya yang tidak murah.

"Karena itu, kami mengandalkan Stereographic Imagery. Dengan ini, satelit akan merekam gambar permukaan yang sama dari dua satelit yang berbeda sehingga dapat diketahui ketinggian serta muka bumi yang berubah."

"Berkat data-data tersebut, AI pun dapat mendeteksi bilamana arus sungai sedang deras, daerah mana yang bakal banjir, dan di mana lokasi teraman bagi warga untuk mengungsi," ucap Sella.

Sella berharap, di masa mendatang Google Flood Forecasting Initiative bakal mampu memprediksi bencana banjir lebih akurat, dan bisa digunakan secara global. 

(Ysl/Isk)