Liputan6.com, Jakarta - Transportasi online lahir dari disrupsi teknologi yang mengubah wajah sektor transportasi dengan sangat cepat. Akibatnya, banyak ruang kosong dalam regulasi untuk mengatur sektor yang baru ini.
“Transportasi online harus diregulasi. Meskipun perkembangannya sangat cepat, pemerintah harus hadir melindungi masyarakat, baik yang bekerja sebagai pengemudi maupun konsumen,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setyadi melalui keterangannya, Selasa (30/7/2019).
Baca Juga
Dalam seminar 'Manfaat Ekonomi Digital' yang diselenggarakan Center for International and Strategic Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics, belum lama ini, Kemenhub menegaskan dalam meregulasi sektor transportasi online, pihaknya mengutamakan aspek-aspek keamanan dan keselamatan, tarif yang terjangkau bagi masyarakat, dan ketertiban dalam tata lalu lintas secara keseluruhan.
Advertisement
Menurut Budi, yang sedang hangat belakangan ini adalah masalah tarif. “Setiap ada rencana peraturan, langsung asosiasi ojek online dan aplikator bereaksi. Kapan selesainya ini peraturan?,” kata Budi.
Namun, Budi mengatakan pihaknya optimistis peraturan baru tidak akan merugikan pengemudi dan konsumen karena telah diperhitungkan dengan cermat.
Menurut survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenhub, 76 persen pengemudi ojek online merasa kenaikan tarif akan membawa kesejahteraan bagi mereka dan 61 persen merasa tidak ada dampak dari kenaikan tarif terhadap pesanan atau order yang mereka terima.
“Pengaturan tarif ini penting untuk menjaga standar keamanan, keselamatan, dan pelayanan. Dan saya melihat Grab paling inovatif dalam masalah keamanan dan keselamatan,” ujar Budi.
Masalah regulasi menjadi salah satu pokok bahasan paling hangat dalam seminar ini. Sebelumnya, mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri memaparkan, regulasi di sektor teknologi, salah satunya transportasi online, sering kali ketinggalan dalam menghadapi perubahan yang begitu cepat.
Regulasi berumur pendek dan jadi tidak relevan lagi sementara pemerintah tentu tidak bisa mengubah peraturan setiap hari.
“Sebaiknya regulasi di sektor teknologi lebih menekankan pada prinsip-prinsip umum, bukan pada peraturan yang mendetail,” kata Chatib.
Selain itu, menurut Chatib, dunia baru ini membutuhkan birokrasi yang lebih lincah (agile)dan tidak hierarkis.
Kontribusi Grab untuk Ekonomi Digital
Seminar ini memaparkan hasil penelitian CSIS dan Tenggara Strategics mengenai manfaat ekonomi digital bagi Indonesia dengan studi kasus Grab. Riset menemukan bahwa Grab memberi kontribusi dari dua sisi, yaitu dari sisi produsen dan konsumen.
Dari sisi produsen, Grab menyumbang sekitar Rp 48,9 triliun pada tahun 2018 dari pendapatan pengemudi GrabBike, GrabCar, mitra GrabFood, dan agen Kudo Individual.
Sementara pada sisi konsumen, Grab menyumbang Rp 46,14 triliun berupa surplus konsumen untuk pelanggan GrabBike dan GrabCar di wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek).
Penelitian dengan menggunakan big data ini merupakan yang pertama di Asia Tenggara. Kepala Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri mengatakan teknologi digital Indonesia mempunyai potensi besar untuk menjadi landasan pembangunan ekonomi inklusif di Indonesia.
"Penerima manfaat terbesar dari perkembangan ekonomi digital adalah dunia usaha, terutama UKM, dan konsumen. Formulasi kebijakan terkait ekonomi digital seharusnya mempertimbangkan kesejahteraan seluruh pihak terkait agar manfaatnya bisa dirasakan secara optimal,” ujar Yose.
Advertisement
Komentar Grab
Sementara itu, mengomentari hasil penelitian ini, President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan "Hasil riset yang dilakukan Tenggara membesarkan hati kami bahwa visi dan semangat kami untuk menggunakan teknologi dalam memberikan manfaat bagi masyarakat mulai terwujud, sekaligus membuka mata kami betapa ekspektasi masyarakat itu terus berkembang secara dinamis."
Dari hasil riset ini, Ridzki melanjutkan, pihaknya mencoba mencari apa makna kehadiran kami bagi perekonomian Indonesia, termasuk masyarakat Indonesia, baik yang menjadi mitra atau konsumen.
"Riset ini membantu kami menentukan agenda prioritas untuk melayani Indonesia lebih baik lagi,” ucapnya menambahkan.
(Isk/Ysl)