Liputan6.com, Jakarta - Maraknya penipuan dengan menggunakan teknologi deepfake membuat sejumlah perusahaan rugi besar. Salah satu kejadiannya adalah ketika satu perusahaan di Inggris.Â
Perusahaan itu hampir mengirim uang sejumlah hampir 250 ribu USD atau setara Rp 3,5 miliar karena tertipu transaksi yang dijalankan dengan teknlogi deepfake.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini mendorong Google untuk merilis dataset yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mencari cara menangkal penipuan melalui teknologi ini dengan menemukan modus-modus tertentu.
Dalam menjalankan inisiatif ini, Google bekerja sama dengan Jigsaw. Selain itu, Google menyinkronkan dataset ini dengan FaceForensics milik Universitas Teknik Munich dan Universitas Naples Federico II.
Dalam penyusunannnya Google menyewa beberapa aktor untuk merekam ratusan lebih video. Videonya terbagi menjadi dua, yaitu video asli dari aktor, dan video yang muka aktornya sudah diganti dengan teknologi deepfake.
Facebook Gandeng Microsoft dan Akademisi Gelar Deepfake Detection Challenge
Diwartakan sebelumnya, Facebook menjalin kemitraan dengan Microsoft dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi seperti MIT dan UC Berkeley untuk menggelar Deepfake Detection Challenge (DFDC).
"Tujuan dari tantangan ini adalah untuk menghasilkan teknologi yang dapat digunakan semua orang untuk mendeteksi secara lebih baik apakah kecerdasan buatan telah digunakan untuk mengubah video yang menyesatkan pemirsanya," kata CTO Facebook Mike Schroepfer, dikutip dari keterangan resminya, Jumat (6/9/2019).
Deepfake Detection Challenge, tutur Mike, "mencakup kumpulan data (dataset) dan pemeringkatan (leaderboard), serta hibah dan penghargaan, untuk memacu industri menciptakan cara-cara baru dalam mendeteksi dan mencegah media yang dimanipulasi kecerdasan buatan agar tidak menyesatkan orang lain."
Tata kelola tantangan ini akan difasilitasi dan diawasi oleh komite yang terdiri dari koalisi lintas-sektor organisasi luas, termasuk Facebook, WITNESS, Microsoft, dan organisasi lainnya di masyarakat sipil dan komunitas teknologi, media, dan akademis.
(Keenan Pasha/Why)
Advertisement