Sukses

Keputusan Terberat Rudiantara Saat Menjabat Menkominfo

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara sempat berbagi pengalaman mengenai keputusan terberatnya selama menjabat.

Liputan6.com, Jakarta - Peran Menteri tak dimungkiri selalu lekat dengan keputusan-keputusan strategis yang perlu diambil. Keputusan itu pun beragam, ada yang mudah untuk diambil, tapi tidak jarang pula yang ternyata cukup berat untuk dikeluarkan.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara pun sempat berbagi pengalamannya mengenai keputusan terberat yang harus diambilnya selama menjabat sebagai pembantu Presiden di Kabinet Kerja I.

"Keputusan paling berat, waktu pembatasan layanan data. Sebab, di satu pihak saya menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan bermedia. Namun di satu pihak ada kepentingan yang lebih besar, yakni keamanan nasional," tuturnya saat ditemui di Jakarta.

Lebih lanjut Rudiantara menuturkan, dia sendiri sebenarnya pro netizen (warganet). Hal itu dibuktikan dengan upayanya untuk membangun ekosistem digital sat ini.

"Kita kan pro netizen, kalau gak saya gak membangun. Saya tak buat ekosistem digital kalau tidak pro netizen, kalau tidak pro anak muda. Kan, kalau dibatas, mereka jadi terbatas aksesnya," tuturnya melanjutkan.

Kendati demikian, keputusan untuk membatasi akses internet tetap harus diambil karena ada kepentingan yang lebih besar. Namun, tidak semata-mata diblokir, Rudiantara mengatakan langkah yang diambil pemerintah adalah membatasi akses internetnya.

"Kalau kita kan cuma dibatasi datannya saja, voice dan sms tidak dibatasi. Itu berat, terus terang. Di satu pihak sedih, di satu pihak juga tuntutan menjaga keutuhan NKRI tinggi. Makanya dibatasi," ujar pria yang akrab dipanggil Chief RA tersebut.

2 dari 2 halaman

Dapat Apresiasi Pihak Luar

Kendati berat, keputusan pemerintah ini, menurut Rudiantara, mendapat apresiasi dari luar negeri dalam kebebasan berekspresi. Alasannya, Indonesia dianggap berhasil menyeimbangkan kebebasan berekspresi dan kepentingan nasioinal.

"Biasanya, keputusan itu binary, 0-1, ada atau tidak ada. Kalau kita kan tidak (diblokir), tapi dibatasi. Harinya juga terbatas, tidak represif. Hal itu yang dianggap pihak global, Indonesia mampu menyeimbangkan," ujarnnya melanjutkan.

Sekadar informasi, Rudiantara mengaku dirinya sempat diundang oleh Menteri Luar Negeri Inggris untuk berbagi pengalamannya dalam mengeluarkan kebijakan tersebut. 

(Dam/Ysl)