Sukses

Menkominfo Tak Mau Berandai-andai Indonesia Jadi Korban Peretasan WhatsApp

Pihak Kemkominfo akan berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk pertukaran informasi seputar serangan WhatsApp ini.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, tak mau berandai-andai ada orang Indonesia yang ikut jadi korban dalam serangan WhatsApp menggunakan malware Pegasus.

"Nanti dicek dulu, belum tahu, kita tidak bisa mengira-ngira. Mesti yang pasti nanti," kata Johnny ditemui di acara Gerakan Menuju 100 Smart City di Jakarta, Rabu (6/11/2019).

Namun demikian, Johnny mengatakan pihak Kemkominfo akan berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk pertukaran informasi seputar serangan WhatsApp ini.

"Nanti kita koordinasi dengan BSSN untuk pertukaran informasi. Karena BSSN merupakan lembaga negara, jadi kita harus lihat dulu," tutur pria berkaca mata ini.

Sebelumnya, di Gedung DPR, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Sukamta mempertanyakan apakah Kemkominfo telah melakukan investigasi mengenai peretasan WhatsApp menggunakan software milik perusahaan Israel NSO Group.

"Kalau sudah (investigasi) hasilnya apa, dan tindakan yang sudah diambil apa untuk melindungi masyarakat Indonesia menggunakan WhatsApp," tutur Sukamta, kemarin.

 

2 dari 3 halaman

Pejabat Hingga Jurnalis di Luar Negeri

Ilustrasi WhatsApp (iStockPhoto)

Sebelumnya, peretas memanfaatkan celah keamanan pada WhatsApp untuk memata-matai sejumlah pejabat senior pemerintah beberapa negara.

Dilaporkan, si peretas menggunakan perangkat lunak bernama Pegasus milik NSO Group untuk mengambil alih smartphone pengguna lewat celah keamanan itu.

Mengutip Reuters, Minggu (3/11/2019), sumber yang mengetahui tentang investigasi internal WhatsApp terkait peretasan ini mengatakan, sejumlah korban yang diretas adalah pejabat penting pemerintah dan petinggi militer.

Tak hanya pejabat di Amerika Serikat, orang-orang penting yang jadi target tersebar di 20 negara di 5 benua. Kebanyakan dari mereka ini adalah pejabat dari negara-negara sekutu Amerika Serikat.

Rupanya, peretasan yang dimaksud memakan lebih banyak korban daripada yang diumumkan WhatsApp sebelumnya, terutama dari kalangan pejabat pemerintah berbagai negara.

Menurut informasi, para korban adalah pejabat di Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Bahrain, Meksiko, hingga Pakistan dan India.

Sebelumnya, WhatsApp telah melayangkan gugatan hukum kepada NSO Group.

 

3 dari 3 halaman

1.400 Pengguna Jadi Korban

Cara Melihat Status WhatsApp Tanpa Diketahui (Sumber: Pixabay)

Celah tersebut memungkinkan peretas untuk mengambili alih smartphone pengguna. Total menurut informasi, ada sekitar 1.400 pengguna yang jadi korban antara 29 April hingga 10 Mei 2019.

Jumlah korban peretasan kemungkinan bakal bertambah. Salah satu korbannya adalah seorang pengacara berbasis di London.

Korban yang tak disebut namanya ini mengirimkan sejumlah foto yang menunjukkan adanya upaya pihak ketiga mencoba membobol smartphone miliknya pada 1 April.

Sejauh ini belum jelas siapa yang memakai perangkat lunak NSO Group itu untuk meretas smartphone para korban. Pasalnya, NSO Group telah menjual perangkat lunaknya ke negara-negara yang jadi konsumennya.

Sementara itu, di India beredar informasi yang menjadi korban pembobolan smartphone antara lain jurnalis, akademisi, pengacara, hingga komunitas India Dalit.

Terpisah, kelompok watchdog Citizen Lab yang ikut bekerja sama dengan WhatsApp terkait kasus ini mengatakan, mereka tengah mengidentifikasi para korban. Setidaknya, sekitar seratus orang korban merupakan jurnalis dan orang-orang yang dianggap pembangkang, tetapi mereka bukan kriminal.

(Tin/Ysl)