Liputan6.com, Jakarta - Facebook akhirnya mempertimbangkan untuk membatasi iklan politik. Padahal sebelumnya CEO Facebook Mark Zuckerberg berpendapat, di ekosistem Facebook berlaku kebebasan berpendapat.
Ia juga menyebut, bukan gagasan perusahaan untuk mendikte iklan mana yang boleh tayang dan mana yang tidak.
Advertisement
Baca Juga
Namun, keputusan Snapchat, Google, dan Twitter yang mengatur iklan politik di platform mereka masing-masing akhirnya mengubah keputusan Facebook.
Snapchat misalnya, bakal akan memverifikasi iklan dan melangsungkan pemeriksa fakta sebelum memperbolehkan iklan politik tayang. Kemudian, Google menerapkan batasan ketat atas iklan tertarget. Adapun Twitter melarang sama sekali iklan politik.
Berdasarkan laporan Wall Street Journal, sumber di Facebook mengatakan, perusahaan mempertimbangkan untuk meningkatkan ukuran target iklan minimum. Dari yang tadinya hanya seratus orang menjadi beberapa ribu orang. Demikian dikutip dari The Next Web, Sabtu (23/11/2019).
Batasi Efektivitas Iklan Tertarget
Apa yang dilakukan ini mungkin tak cukup besar, tetapi keputusan pembatasan ini memiliki dampak signifikan terhadap bagaimana iklan bisa menarget sasaran spesifik.
Bisa dibilang, dengan meningkatkan ukuran target iklan ini, tingkat efektivitas iklan tertarget pun dapat dibatasi.
Perusahaan juga dilaporkan tengah mendapatkan feedback dari pembeli iklan di Partai Republik dan Demokrat terkait dengan ukuran minimal dan perubahan kebijakan iklan politik ini.
Sementara itu, ketika dimintai keterangan atas hal ini, juru bicara Facebook mengatakan menjawab Facebook mencari cara lain terhadap iklan politik di platform mereka.
"Seperti yang kami katakan, kami mencari cara yang berbeda untuk memperbaiki pendekatan kami terhadap iklan politik di platform kami," kata dia.
Advertisement
Twitter Larang Iklan Politik
Sebelumnya, CEO Twitter, Jack Dorsey, pada Rabu (30/10/2019), mengumumkan Twitter akan berhenti menerima iklan politik. Kebijakan ini berlaku di seluruh dunia, dan akan dimulai pada 22 November 2019.
"Kami telah memutuskan untuk menghentikan semua iklan politik di Twitter secara global. Menurut kami, jangkauan pesan politik seharusnya didapatkan, bukan dibeli," ungkap Dorsey melalui akun Twitter miliknya.
"Pesan politik didapatkan ketika orang-orang memutuskan untuk mengikuti sebuah akun atau retweet. Membayar untuk mencapai menghilangkan keputusan tersebut, memaksa pesan politik yang sangat dioptimalkan dan ditargetkan pada orang-orang. Kami meyakini keputusan tersebut tidak boleh dikompromikan dengan uang," tambahnya.
Chief Financial Officer Twitter, Ned Segal, mengungkapkan perusahaan mendapat pemasukan tidak kurang dari USD 3 juta dari iklan politik pada tahun lalu. Ia menegaskan keputusan Twitter tidak berdasarkan uang.
"Keputusan ini berdasarkan prinsip, bukan uang," katanya.
(Tin/Why)Â