Sukses

Kemkominfo Tegaskan KPI Tak Bisa Blokir Netflix Cs

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak akan memiliki wewenang untuk menghentikan konten layanan video streaming seperti Netflix dan YouTube.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Geryantika Kurnia, menegaskan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak akan memiliki wewenang untuk menghentikan konten layanan video streaming seperti Netflix dan YouTube.

Hal yang bisa dilakukan KPI terhadap layanan-layanan tersebut adalah membuat laporan seperti masyarakat jika ada konten yang dianggap melanggar peraturan di Indonesia.

"Keinginan KPI ikut juga mengawasi semua media multiplatform (layanan video streaming) itu tidak mungkin. Akhirnya kami usulkan mereka mengawasi di luar lembaga penyiaran, tapi bukan berarti mereka bisa mencabut," kata Gery.

"KPI hanya bisa sekadar merekomendasikan bahwa program siaran di Netflix atau di streaming lainnya itu melanggar aturan apa, P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) atau aturan undang-undang lainnya," sambungnya.

Ditegaskan Gery, Netlix cs mengikuti aturan yang tertuang di UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"KPI kirim aduan, nanti ada tim yang menentukan apakah melanggar aturan atau tidak. Aturan mainnya menuruti UU ITE, proses take down berdasarkan UU ITE," tuturnya.

 

2 dari 2 halaman

Usulan untuk Revisi UU Penyiaran

Ketentuan soal KPI tersebut nantinya akan dimasukkan ke dalam usulan Kominfo untuk revisi UU Penyiaran.

Di sisi lain, Kemkominfo pun mengusulkan penguatan KPI termasuk wewenang pemberian sanksi denda dan pencabutan izin program siaran televisi yang dianggap melanggar aturan.

UU Penyiaran merupakan inisiatif DPR, serta menjadi Prolegnas Prioritas dan ditargetkan selesai pada 2020.

Revisi UU Penyiaran telah menjadi bagian dari Prolegnas dua masa kerja lalu, 2009 - 2014 dan 2014 - 2019, tapi belum juga selesai dibahas.

Dalam rapat kerja Kemkominfo dengan Komisi I DPR pada 5 November 2019, revisi UU ini disepakati kembali menjadi Prolegnas Prioritas.

(Din/Isk)

Video Terkini