Liputan6.com, Jakarta - CEO Twitter , Jack Dorsey, ternyata bukan pengguna layanan Google, setidaknya sebagai mesin pencari. Padahal, mesin pencari Google merupakan salah satu yang terbesar di dunia.
Hal itu diungkapkan oleh pendiri Twitter tersebut melalui kicauannya beberapa waktu lalu. Dikutip dari Business Insider, Sabtu (30/11/2019), Dorsey mengatakan dirinya merupakan pengguna DuckDuck Go.
"Saya suka @DuckDuckGo. Mesin pencari utama untuk sekarang. Aplikasi ini lebih baik!", tulisnya. Kicauan itu pun disambut DuckDuckGo dengan mengatakan senang memiliki Dorsey sebagai pengguna.
Advertisement
Baca Juga
Sayang, tidak disebutkan lebih lanjut alasan pendiri Twitter itu memilih DuckDuckGo sebagai aplikasi pencarinya. Namun besar kemungkinan, dia memilih layanan ini karena jaminan privasi yang diberikan.
Perlu diketahui, DuckDuckGo merupakan mesin pencari yang memprioritaskan privasi penggunanya. Karenanya, layanan ini tidak menampilkan hasil pencarian yang dipersonalisasi dan menolak membuat profil penggunanya.
Pendekatan itu jelas berbeda dari yang dilakukan mesin pencari Google, sebab layanan tersebut kerap mengumpulkan data pengguna untuk kebutuhan iklan.
Ini bukan kali pertama Dorsey mengejek perusahaan teknologi raksasa lewat sebuah kicauan. Sebelumnya, dia sempat meledek Facebook yang kini memakai tagline 'from Facebook' untuk setiap layanannya
"Twitter...from TWITTER," tulisnya ketika itu. Secara tidak langsung, dia juga meledek perubahan ukuran font Facebook sebagai perusahaan yang kini tampil seluruhnya kapital.
Twitter Setop Terima Iklan Politik Mulai 22 November 2019
CEOÂ Twitter, Jack Dorsey, pada Rabu (30/10/2019), mengumumkan Twitter akan berhenti menerima iklan politik. Kebijakan ini berlaku di seluruh dunia, dan akan dimulai pada 22 November 2019.
"Kami telah memutuskan untuk menghentikan semua iklan politik di Twitter secara global. Menurut kami, jangkauan pesan politik seharusnya didapatkan, bukan dibeli," ungkap Dorsey melalui akun Twitter miliknya.
"Pesan politik didapatkan ketika orang-orang memutuskan untuk mengikuti sebuah akun atau retweet. Membayar untuk mencapai menghilangkan keputusan tersebut, memaksa pesan politik yang sangat dioptimalkan dan ditargetkan pada orang-orang. Kami meyakini keputusan tersebut tidak boleh dikompromikan dengan uang," tambahnya.
Chief Financial Officer Twitter, Ned Segal, mengungkapkan perusahaan mendapat pemasukan tidak kurang dari USD 3 juta dari iklan politik pada tahun lalu. Ia menegaskan keputusan Twitter tidak berdasarkan uang.
"Keputusan ini berdasarkan prinsip, bukan uang," katanya.
Advertisement
Perbedaan Sikap Twitter dan Facebook
Dikutip dari CNN, Kamis (31/10/2019), keputusan Twitter ini muncul di tengah pengawasan ketat penanganan Silicon Valley terhadap iklan-iklan politik. Perusahaan media sosial, terutama Facebook, dikritik karena mengizinkan politisi menjalankan iklan palsu.
Pernyataan Dorsey berbanding terbalik dengan eksekutif Facebook, Mark Zuckerberg dan Sheryl Sandberg, yang bersikeras mempertahankan kebijakan Facebook untuk tidak melakukan fact-checking terhadap iklan-iklan politik.
Zuckerberg menegaskan pendiriannya soal iklan politik pada Rabu (30/10/2019), dengan menyoroti perbedaan Facebook dan Twitter.
Tanpa secara langsung menanggapi pernyataan Dorsey, Zuckerberg membuka pengumuman pendapatan kuartal III perusahaan dengan mengatakan, "kita harus hati-hati dalam mengadopsi lebih banyak aturan," mengenai pernyataan politik.
"Di dalam demokrasi, saya pikir tidak tepat bagi perusahaan-perusahaan private menyensor politisi atau berita," tuturnya.
CEO Facebook itu menambahkan, akan melakukan evaluasi keuntungan mengizinkan iklan politik di layanannya. Sejauh ini, ia menyimpulkan mengizinkan iklan politik adalah pilihan yang tepat.
(Dam/Ysl)