Sukses

Jika Berwenang Awasi Netflix, KPI Tak Akan Terapkan Regulasi Ketat

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Agung Suprio, mengatakan KPI akan menerpakan6 aturan yang tidak ketat ntuk layanan video streaming, jika pada akhirnya memiliki kewenangan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Agung Suprio, mengatakan KPI akan menerapkan aturan yang tidak ketat untuk layanan video streaming, jika pada akhirnya memiliki kewenangan ini.

Sebelumnya, KPI beberapa kali menyuarakan keinginannya untuk turut mengawasi layanan over-the-top (OTT) seperti Netflix dan YouTube.

KPI berdasarkan Undang-Undang (UU) Penyiaran, kata Agung, tidak akan langsung mencabut izin lembaga penyiaran konvensional. Jika konten yang ditayangkan dianggap bermasalah, KPI akan memberikan dua kali teguran sebelum akhirnya diberhentikan sementara.

Setelah itu akan dikenakan denda, untuk kemudian dicabut izinnya. Jika merujuk pada langkah-langkah tersebut, menurut Agung, KPI tidak serta merta mencabut izin lembaga penyiaran begitu saja.

Ketika ditanya apakah pola yang sama juga akan diterapkan untuk Netflix jika nanti KPI turut mengawasi, Agung mengatakan, "Nanti itu kita bicarakan, tapi yang jelas harus soft regulation, bukan hard regulation. OTT itu sebetulnya seperti LPB (Lembaga Penyiaran Berlangganan), bahkan mungkin lebih soft (regulasinya) daripada itu," jelas Agung di dalam diskusi Polemik Netflix: Antara Bisnis, Regulasi, dan Norma Sosial di kawasan Jakarta, Kamis (16/1/2020).

Menurut Agung, KPI sebenarnya memiliki peran dalam mengawasi layanan video streaming. Hal ini karena kontennya berkaitan dengan penyiaran, tapi memang terdapat unsur telekomunikasi disebabkan aksesnya melalui internet.

Ia pun berharap akan ada titik temu antara KPI dan regulator telekomunikasi mengenai hal ini. "Di AS (Amerika Serikat), (semacam) KPI di sana ada gabungan antara penyiaran dan telekomunikasi. Di Indonesia, telekomunikasi sendiri, dan KPI juga. Oleh sebab itu, harus ada titik temu di sini antara KPI dan telekomunikasi," jelasnya.

2 dari 2 halaman

Atur Netflix Cs, Indonesia Perlu Perpres Layanan Digital

Lebih lanjut, benang kusut pengaturan OTT di Indonesia masih belum usai. Masalah terbaru adalah isu pajak Netflix.

Pemerintah sebelumnya mengatakan pemungutan pajak badan perusahaan asing di Indonesia, seperti Netflix dan Google, akan menunggu omnibus law perpajakan.

Anggota Komisi I DPR RI, Bobby Adhityo Rizaldi, mengusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat peraturan presiden (Perpres) untuk menjembatani semua yang diperlukan dalam mengatur dan mengawasi layanan-layanan digital, termasuk Netflix.

"Perpres bisa menutupi semuanya. Celah hukum yang ada bisa diibaratkan, bisa ditutup oleh Perpres," tutur Bobby di acara diskusi "Polemik Netflix: Antara Bisnis, Regulasi, dan Norma Sosial" di kawasan Jakarta, Kamis (16/1/2020).

"Perpres itu kiranya bisa melingkupi kekosongan hukum yang ada, sebagai dasar nantinya bagi para penegak hukum. Ini salah satu contoh regulasi yang bisa disiapkan," sambungnya.

(Din/Why)