Sukses

Ini Rekomendasi Facebook Soal Regulasi Konten Online

Facebook menyebut, hukum yang membatasi kebebasan berbicara pada umumnya diterapkan oleh pejabat penegak hukum dan pengadilan. Sementara, moderasi konten internet pada dasarnya sangat berbeda.

Liputan6.com, Jakarta - Internet telah meningkatkan perekonomian, menyatukan keluarga, menggalang dana untuk amal, hingga mewujudkan perubahan politik. Namun tak bisa dimungkiri banyak orang membagikan konten berbahaya seperti ujaran kebencian dan propaganda teroris di internet.

Pemerintah dan berbagai pihak lain pun berdebat tentang cara menjaga keamanan sekaligus melindungi kebebasan berekspresi pengguna.

CEO Facebook, Mark Zuckerberg, mengajak pemerintah bekerja dengan penyedia platform online untuk menciptakan dan mengadopsi regulasi baru untuk konten daring.

Facebook pun menerbitkan laporan resmi berisi hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan saat pembuatan regulasi konten. Apa saja?

Untuk mengurangi ujaran kebencian sekaligus mempertahankan kebebasan berekspresi, Facebook menyarankan adanya saluran yang ramah bagi orang-orang yang melaporkan sebuah konten atau gambaran umum tentang kebijakan atau keputusan penegakan peraturan dan mewajibkan prosedur seperti laporan publik berkala tentang data penegakan peraturan.

Regulasi ini menyediakan informasi yang dibutuhkan pemerintah dan individu untuk menilai kinerja perusahaan media sosial secara akurat.

Sementara, guna menjamin akuntabilitas platform internet, regulator bisa mempertimbangkan untuk mewajibkan hal-hal tertentu bagi perusahaan.

2 dari 3 halaman

Saran dari Facebook

"Misalnya saja penerbitan standar konten, konsultasi dengan pemangku kepentingan ketika membuat perubahan signifikan terhadap standar, atau pembuatan saluran yang bisa dimanfaatkan untuk mengajukan banding atas keputusan perusahaan untuk menghapus atau tidak menghapus sebuah konten," kata Vice President and Content Policy Facebook Monika Bickert dalam publikasi Facebook.

Facebook juga menyarankan agar regulator memberi insentif kepada perusahaan internet jika memenuhi sebuah target yang diterapkan. Misalnya, ketika perusahaan berhasil menjaga agar presentase konten yang melanggar tetap di bawah ambang batas tertentu.

Facebook juga tampaknya ogah mengakui bahwa regulator berhak menentukan apakah sebuah konten tergolong berbahaya atau perlu dilarang keberadaannya di internet.

Facebook menyebut, hukum yang membatasi kebebasan berbicara pada umumnya diterapkan oleh pejabat penegak hukum dan pengadilan. Sementara, moderasi konten internet pada dasarnya sangat berbeda.

"Pemerintah seharusnya membuat peraturan yang mengakomodasi kompleksitas ini, yaitu peraturan yang mengakui preferensi pengguna dan variasi di antara layanan internet, dapat diterapkan pada skala tertentu, dan memungkinkan adanya fleksibilitas lintas bahasa, tren, dan konteks," tutur Monica.

3 dari 3 halaman

Solusi untuk Konten Internet

Facebook menilai, pengembangan solusi berupa regulasi seharusnya tidak hanya melibatkan para anggota dewan di parlemen, perusahaan swasta, dan masyarakat sipil, tetapi juga orang-orang yang menggunakan platform daring.

1. Solusi pertama terkait dengan insentif. Di mana, menurut Facebook, harusnya akuntabilitas sistem dan prosedur moderasi konten perusahaan adalah cara terbaik untuk menciptakan insentif bagi perusahaan yang secara bertanggungjawab berhasil menciptakan keseimbangan dari berbagai nilai seperti keamanan, privasi, dan kebebasan berekspresi.

2. Regulator perlu menyadari bahwa sifat internet adalah global. "Semua pendekatan regulasi nasional untuk mengatasi konten berbahaya harus mempertimbangkan skala global internet dan nilai komunikasi lintas batas," tutur Monica.

3. Regulator juga perlu memperhatikan bagaimana dampak keputusan yang dibuat terhadap kebebasan berekspresi.

4. Facebook menilai pembuat kebijakan harus mengembangkan pemahaman mengenai kapabilitas dan keterbatasan teknologi dalam moderasi konten serta memberikan fleksibilitas untuk berinovasi bagi perusahaan internet.

"Pendekatan yang tepat untuk satu platform atau jenis konten tertentu mungkin tidak seefektif (atau bahkan kontraproduktif) jika diterapkan di tempat lain," ujar Monica.

5. Pembuat peraturan harus memerhatikan seberapa besar konten berbahaya yang diperkarakan, status hukumnya, dan upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasi konten tersebut.

(Tin/Ysl)

Video Terkini