Sukses

LinkedIn: Ibu Pekerja di Indonesia Paling Aktif Jadi Freelancer Reguler di Asia Tenggara

Sementara kondisi sosial di Indonesia menempatkan perempuan untuk memprioritaskan keluarga ketimbang karier.

Liputan6.com, Jakarta - Perempuan terus menghadapi berbagai tantangan yang membatasi akses untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan setara, termasuk posisi kepemimpinan.

Walaupun tingkat partisipasi angkatan kerja di kalangan perempuan di Indonesia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, tantangan yang mereka hadapi di tempat kerja tetap tinggi.

Tantangan ini bahkan tampak lebih jelas bagi ibu pekerja. Laporan LinkedIn Opportunity Index 2020 berupaya memahami bagaimana orang-orang mengartikan peluang dan kesenjangan yang menghalangi pencapaian mereka.

Menurut laporan LinkedIn itu, ibu pekerja tidak hanya memandang usia sebagai penghalang utama untuk mengakses peluang, tetapi juga karena kurangnya waktu, dunia kerja kian menantang, serta kurangnya jaringan dan koneksi. Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi adalah aspirasi utama bagi ibu pekerja di Indonesia karena komitmen keluarga tetap menjadi prioritas bagi mereka

Di Indonesia, ibu pekerja aktif mencari pekerjaan yang mereka sukai serta memulai dan mengembangkan bisnis sendiri. Terlepas dari itu, tujuan akhir mereka adalah mencapai keseimbangan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Karena itu, tidak mengejutkan untuk melihat bahwa ibu pekerja di Indonesia adalah paling aktif mengejar pekerjaan lepas (freelance) reguler di Asia Tenggara.

Dinamika lingkungan kerja sering memberikan tekanan besar pada ibu pekerja karena mereka perlu menyeimbangkan dua pekerjaan purnawaktu–-satu di kantor dan satu lainnya di rumah. Mereka sering merasa harus memilih antara bekerja dan menjadi seorang ibu.

 

2 dari 2 halaman

Prioritas

Sementara kondisi sosial di Indonesia menempatkan perempuan untuk memprioritaskan keluarga ketimbang karier. Ini dapat memengaruhi keputusan perempuan tentang karier mereka, sehingga 10,7 persen responden perempuan LinkedIn menyatakan komitmen keluarga dan kurangnya dukungan adalah hambatan utama mereka untuk mencapai peluang.

"Di seluruh Asia Pasifik, para perempuan merasa mereka menghadapi hambatan lebih tinggi terhadap peluang daripada pria, seperti kurangnya pengalaman kerja, kepercayaan diri dan takut akan kegagalan. Ibu yang bekerja juga lebih banyak berjuang dengan komitmen keluarga yang terlalu banyak dan kurang mendapatkan dukungan," tutur Feon Ang, Vice-President, LinkedIn Talent and Learning Solutions, Asia Pasifik dalam keterangan tertulis.

"Ketika industri kekurangan talenta dan kesenjangan keterampilan secara global, penting bagi bisnis untuk berbuat lebih banyak untuk mendorong para perempuan menjadi bagian dari angkatan kerja dan membantu mereka mencapai potensi maksimal mereka. Tenaga kerja yang beragam dan inklusif dapat menjadi keuntungan besar bagi bisnis karena karyawan dapat berbagi dan belajar dari sudut pandang dan pengalaman beragam, serta berbagai cara memecahkan masalah," ujar Feon lebih lanjut.

(Why/Isk)