Sukses

UU Telekomunikasi Jamin Penyelenggara dan Pemelihara Sistem Komunikasi Kabel Laut

Hal itu ditunjukkan dengan kemenangan PT Ketroden Triasmitra (Triasmitra) dalam persidangan di Tanjung Balai Karimun Kepulauan Riau.

Liputan6.com, Jakarta - PT Ketroden Triasmitra (Triasmitra) berhasil mencatat sejarah di bidang telekomunikasi, khususnya dalam penegakan Undang-Undang No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Alasannya, perusahaan tersebut berhasil pertama kalinya memenangkan kasus perusakan sistem komunikasi khususnya Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL).

Hal itu terjadi dalam sidang kasus perusakan SKLL Palapa Ring Barat yang menjadi tanggung jawab Triasmitra dalam perawatan dan pemeliharaan, di perairan Tanjung Balai Karimun Kepulauan Riau.

Dalam keterangan resmi yang diterima, Selasa (2/6/2020), CEO Triasmitra, Titus Dondi, mengatakan kasus ini berawal dari pemantauan sistem monitoring pada SKKL PRB di sekitar perairan Tanjung Balai Karimun yang menemukan adanya gangguan. Peristiwa itu terjadi pada 4 Juli 2019.

Saat dilakukan pengecekan, tim patroli menemukan ada kapal (tug boat) TB Bintang Ocean 3 dan tongkang Winbuild 2312 berbendera Singapura milik Hai Seng Marine yang sedang berlabuh jangkar di dekat lokasi perkiraan kerusakan.

Nakhoda TB Bintang Ocean 3 bernama Djuanidi Tan yang menarik tongkang Winbuild 2312 mengaku kapal tersebut tidak bisa bergerak karena jangkar tongkang tersangkut pada benda diperkirakan wire. Karenanya, nahkoda memutus tali jangkar tongkang Winbuild 2312.

Setelah dilakukan penyelaman di lokasi, diketahui jangkar tongkang Winbuild 2312 ternyata tersangkut pada kabel fiber optik Palapa Ring Barat dan kondisi sudah dalam kondisi terputus/rusak.

Mengetahui kabel fiber dalam keadaan rusak, Triasmitra segera melaporkan hal tersebut ke Kepolisian Resor Karimun. Lalu dilakukan serangkaian penyelidikan maupun penyidikan, dan akhirnya Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Karimun menetapkan Djuanidi Tan sebagai nahkoda TB Bintang Ocean 3 menjadi tersangka rusaknya SKKL PRB.

Djuanidi dituntut hukuman penjara tiga tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Keputusan itu diambil sebab dia melanggar ketentuan Pasal 55 Jo. Pasal 38 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Selanjutnya melalui beberapa sidang, pada 18 Mei 2020, Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun telah menyatakan Djunaidi Tan terbukti sah dan bersalah melakukan tindakan pidana 'melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.

2 dari 2 halaman

Poin Putusan

Adapun beberapa poin dari putusan yang dijatuhkan pada Djuanaidi adalah :

  1. Menyatakan Terdakwa DJUNAIDI Als JUNAIDI Bin TAN terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi”, sebagaimana dalam dakwaan Ke Satu Penuntut Umum;
  2. Menjatuhkan Pidana kepada Terdakwa DJUNAIDI Als JUNAIDI Bin TAN oleh karena itu dengan pidana penjara 2 (Dua) Tahun dan Denda sebesar Rp500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 3 (Tiga) Bulan;
  3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
  4. Memerintahkan Terdakwa untuk ditahan;
  5. Menyatakan barang bukti berupa : a. 1 (Satu) Unit Kapal Tugboat BINTANG OCEAN 3 beserta berbagai dokumennya; b. 1 (Satu) Unit Kapal Tongkang dengan nama WINBUILD 2312 beserta berbagai dokumennya; Dirampas untuk Negara
  6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp5.000,- (lima ribu Rupiah).Sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan oleh Undang-Undang, Terdakwa tidak mengajukan upaya hukum banding, dengan demikian keputusan atas perkara tersebut langsung berkekuatan hukum tetap (incracht).

Dengan keputusan ini, Titus berharap berbagai pihak yang melakukan kegiatan di laut menjadi lebih perhatian pada keberadaan dan keamanan kabeli fiber optik bawah laut sebagai sarana vital negara.

"Putusan tersebut telah membuat terang bahwa segala tindakan dari pihak manapun yang menyebabkan putusnya kabel telekomunikasi bawah laut merupakan suatu bentuk tindak pidana karena melanggar ketentuan Pasal 55 Jo. Pasal 38 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi," tutur Titus.

CEO PT Palapa Ring Barat Syarif Lumintarjo menyambut positif keputusan majelis hukum dalam kasus ini. Dia mengatakan putusan ini membuat perusahaan di bidang telekomunikasi khususnya yang memiliki maupun memelihara SKKL menjadi semakin tenang, sebab ada kekuatan hukum dan jurisprudensi saat mengalami kejadian serupa.

"Pada akhirnya memang keputusan hakim atas perkara ini bukan bertujuan untuk menjadi senjata bagi satu pihak dan menakuti pihak lain, tapi bertujuan agar semua pihak peduli atas keberadaan dan keamanan sarana telekomunikasi baik yang ada di darat maupun di laut demi kemajuan telekomunikasi Indonesia di tengah globalisasi dunia," ujarnya.

(Dam/Ysl)