Sukses

Risiko Keamanan Siber Saat Kerja Jarak Jauh

Pandemi Covid-19 dan lonjakan yang terjadi akibat konsumsi bandwidth membuat tingginya tingkat ketegangan pada jaringan, menambah tantangan yang ada, dan pada akhirnya menciptakan badai risiko keamanan siber.

Liputan6.com, Jakarta - Laporan 2020 Global Network Insights Report dari NTT Ltd. telah menemukan di lebih 1.000 perusahaan dan mencakup lebih dari 800.000 perangkat jaringan, 46,3 persen aset jaringan organisasinya sudah menua atau usang.

Data tersebut mewakili lonjakan besar pada 2017, ketika angka hanya menembus 4,3 persen. Pandemi Covid-19 dan lonjakan yang terjadi akibat konsumsi bandwidth membuat tingginya tingkat ketegangan pada jaringan, menambah tantangan yang ada, dan pada akhirnya menciptakan badai risko keamanan siber.

Dengan peningkatan kerja jarak jauh, akses jarak jauh serta konsumsi layanan suara dan video, jaringan milik organisasi dan infrastruktur keamanan sedang berada di bawah tekanan luar biasa.

Mengomentari data tersebut, Rob Lopez, Executive Vice President Intelligent Infrastructure dari NTT Ltd., mengatakan saat new normal ini banyak bisnis yang memerlukan strategi jaringan dan keamanan arsitektur, operasional dan dukungan model untuk mengelola risiko operasional dengan lebih baik.

"Kami berharap dapat melihat perubahan strategi dalam menciptakan prioritas pada kelangsungan bisnis dan persiapan untuk masa depan jika sistem lockdown mulai mereda," kata Lopez melalui keterangannya, Rabu (17/6/2020).

Ia menilai, infrastruktur jaringan perlu dirancang secara tepat dan dikelola untuk menghadapi lonjakan yang tidak direncanakan.

Hal ini perlu untuk dilihat kembali, baik di cloud atau infrastruktur fisik pada perusahaan sehingga dapat mengurangi dampak dan frekuensi pemadaman bisnis.

 

2 dari 3 halaman

Kerentanan Perangkat Usang

Perangkat yang sudah usang rata-rata memiliki kerentanan dua kali lebih banyak per perangkat (42,2 persen) bila dibandingkan dengan perangkat lama (26,8 persen) dan yang terkini (19,4 persen), sehingga menciptakan risiko.

Risiko keamanan siber ini semakin buruk ketika bisnis menunda memperbarui perangkat atau meninjau ulang versi sistem operasi selama masa pakainya.

Padahal untuk memperbaruinya dapat dilakukan secara bertahap, dan seringkali negosiasi dengan pemilik teknologi berdasarkan perjanjian pemeliharaan atau perpanjangan garansi dapat dilakukan.

Di era new normal, bisnis mulai menata kembali cara mereka bekerja dan cara menanamkan ketahanan dalam operasional.

Pandemi akan mengubah cara bisnis beroperasi, termasuk menerapkan ruang kerja cerdas yang mengakomodasi social distancing di dalam kantor. Sementara itu, masih banyak perusahaan akan terus menerapkan kerja jarak jauh.

 

3 dari 3 halaman

Transformasi Digital

Bisnis akan membutuhkan peralatan, pengetahuan, dan keahlian guna dapat merancang ulang jaringan untuk evolusi new normal dalam jangka pendek, menengah, dan panjang, di mana orang-orang bekerja dari jarak jauh dan dengan perangkat apa pun.

Seperti contoh, saat kita beralih ke new normal, AI dan pembelajaran mesin dapat diterapkan untuk membantu memonitor langkah-langkah social distancing tersebut. Dengan demikian, jaringan akan menjadi platform krusial yang memungkinkan hal itu dilakukan.

Lopez melanjutkan, jaringan adalah platform untuk melakukan transformasi digital bisnis. Untuk itu, keberadaannya harus fleksibel, kuat, dan aman untuk beradaptasi dengan mudah terhadap perubahan bisnis.

"Bisnis yang menggunakan otomatisasi dan kecerdasan jaringan tingkat tinggi untuk mengoptimalkan operasionalnya akan memperoleh keunggulan kompetitif yang signifikan dan merealisasikan manfaat ekonomi cloud, dengan aman," ucapnya menandaskan.

(Isk/Ysl)