Liputan6.com, Jakarta - Daftar brand yang melakukan boikot iklan di Facebook dipastikan bertambah. Kali ini giliran PlayStation dari Sony yang mengumumkan keputusan tersebut.
Menurut laporan GamesIndustry.biz, perusahaan gim itu mengatakan sudah menyetop iklan mereka di Facebook dan Instagram. Keputusan itu, menurut Sony, diambil sebagai bentuk dukungan pada kampanye Stop Hate For Profit.
Baca Juga
"Secara global, kami telah menghentikan aktivitas di Facebook dan Instagram, termasuk iklan dan konten tidak berbayar, hingga akhir Juli," tulis PlayStation dalam keterangannya seperti dikutip dari Engadget, Jumat (3/7/2020).
Advertisement
Sebagai informasi, boikot beriklan di Facebook ini sudah diikuti lebih dari 300 partisipan. Salah satu merek pertama yang menyatakan bergabung dalam kampanye ini adalah North Face, REI, Patagonia, Dashlane, dan Upwork.
Langkah itu lalu disusul beberapa merek lain, seperti Viber, Coca-Cola, Docker, dan Levi's. Bahkan, salah satu pengiklan terbesar di Facebook, Unilever, juga melakukan hal tersebut.
Khusus untuk Unilever, keputusannya memboikot Facebook dilaporkan sempat berdampak pada saham perusahaan yang turun hingga lebih dari tujuh persen.
Turunnya saham perusahaan itu disebut juga turut berpengaruh pada kekayaan CEO Facebook , Mark Zuckerberg, yang kehilangan sekitar Rp 100 triliun.
Dikritik Soal Hate Speech, Facebook: Tak ada Keuntunggan dari Kebencian
Menanggapi ramainya kampanye ini, Facebook pun menegaskan, pihaknya tidak memperoleh keuntungan dari kebencian. Demikian disebutkan oleh VP Global Affairs and Communications Facebook Nick Clegg dalam keterangannya.
"Saya ingin menegaskan, Facebook tidak memperoleh keuntungan dari kebencian. Miliaran orang menggunakan Facebook dan Instagram, tidak ingin melihat konten penuh kebencian. Begitu juga pengiklan dan kami. Tidak ada insentif bagi kami untuk melakukan apapun selain menghapusnya," kata Clegg.
Facebook juga menyebut, lebih dari 100 miliar pesan terkirim di layanannya tiap harinya.
"Di antara miliaran interaksi tersebut, sebagian kecil merupakan kebencian," tulis Clegg.
Ia menjelaskan, ketika Facebook menemukan unggahan penuh kebencian, perusahaan langsung menghapusnya.
"Ketika konten gagal diklasifikasikan sebagai ujaran kebencian atau kebijakan kami lainnya, kami berada di sisi kebebasan berekspresi karena akhirnya, cara terbaik untuk melawan ujaran menyakitkan, memecah belah, dan menyerang adalah dengan lebih banyak bicara," katanya.
Advertisement
Cari Hate Speech Seperti Cari Jarum di Jerami
Sayangnya, menurut Clegg, tidak ada toleransi dari Facebook itu bukan berarti tidak ada insiden sama sekali. Menurutnya, membasmi konten kebencian itu seperti mencari jarum di dalam tumpukan jerami.
Facebook, kata Clegg, menginvestasikan miliaran dolar tiap tahun untuk menjaga platform tetap aman. Facebook menambah jumlah orang yang bekerja di area keselamatan dan keamanan menjadi lebih dari 35 ribu orang. Selain itu, perusahaan juga menggunakan AI untuk menghapus konten kebencian dalam skala besar.
"Laporan Komisi Eropa baru-baru ini menemukan bahwa Facebook memproses 95,7 persen laporan ujaran kebencian dalam waktu kurang dari 24 jam, lebih cepat dari YouTube dan Twitter. Bulan lalu, kami melaporkan menemukan hampir 90 persen dari ujaran kebencian telah kami hapus terlebih dahulu sebelum seseorang melaporkannya, naik dari 24 persen pada dua tahun lalu," katanya.
Facebook melaporkan, pihaknya mengambil tindakan nyata terhadap 9,6 juta konten di kuartal pertama 2020, naik dari 5,7 juta pada kuartal sebelumnya. Tak hanya itu, 99 persen konten ISI dan Al-qaeda juga dihapus sebelum ada yang melaporkan.
Facebook menyebut, pihaknya menaruh perhatian pada konten berbahaya tetapi mengklaim bahwa sebagian besar dari miliaran percakapan bersifat positif.
Perusahaan menekankan, di tengah pandemi, pihaknya menyebut telah membantu orang terus terhubung dan mendapatkan informasi akurat terkait isu kesehatan.
"Kami mungkin tidak pernah dapat menghapus ujaran kebencian seluruhnya dari Facebook, tetapi kami berkembang makin baik untuk mencegah ujaran kebencian terjadi setiap waktu," kata Clegg.
(Dam/Ysl)