Liputan6.com, Jakarta - Koneksi internet menjadi masalah yang sangat serius selama pandemi Covid-19 bagi sejumlah keluarga yang kurang beruntung dan masyarakat di daerah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal).
Belum lama ini, di media sosial viral video yang menunjukkan seorang siswa belajar jarak jauh dengan menggunakan Handy Talkie (HT), saat berkomunikasi dengan gurunya karena tak ada koneksi internet.
Ada juga Dimas, Siswa SMP 1 Rembang, Jawa Tengah. Ia terpaksa masuk sekolah sendirian karena ketidakmampuan orangtua membeli kuota internet, sehingga menggugah pihak sekolah memberikan keringanan baginya untuk tetap masuk sekolah secara tatap muka.
Advertisement
Baca Juga
Ketua Dewan Pengawas Koperasi Satelit Desa Indonesia (KSDI), Budiman Sudjatmiko, mengakui proses belajar dan tatap muka online saat ini bukan lagi sebuah dunia maya belaka, namun sudah menjadi sebuah dunia nyata.
Ia menilai keresahan masyarakat atas masalah kuota internet atau ketersambungannya hingga ke desa harus diadvokasi dan dibenahi.
"Kita akan segera tanggapi masalah itu. Ini adalah program yang sudah kita rencanakan lama dan mudah-mudahan bisa mengatasi persoalan pendidikan, ketiadaan akses internet, kemudian juga layanan-layanan aplikasi yang berkaitan dengan kebutuhan rakyat di bawah," kata Budiman melalui keterangannya, Jumat (7/8/2020).
Â
Gelar Pelatihan Online
Pria yang juga dikenal sebagai politisi dan Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia ini menambahkan, dengan sumber daya dan teknologi yang dimiliki, KSDI ke depannya harus mampu memajukan kekuatan teknologi dan rakyat dengan kewirausahaan.
"KSDI sebagai koperasi yang berkaitan dengan desa ibarat seperti alat penyedot, dia bisa masuk ke lubang-lubang yang paling kecil. Kami optimistis, kolaborasi teknologi dan digital akan menjadi sebuah pintu kita bersama, bukan hanya mencapai masyarakat adil dan makmur tapi juga masyarakat yang sehat jasmani dan rohani," ucap Budiman melanjutkan.
Dan sebagai langkah konkritnya, koperasi yang diawasinya ini pun baru saja menggelar pelatihan online untuk menjawab tantangan tadi, yaitu dengan sebuah program kolaborasi antara koperasi dan teknologi.
Advertisement
Kata Pengamat
Menurut Pengamat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), Heru Sutadi, ada beberapa kendala yang masih dihadapi peserta didik selama pembelajaran jarak jauh.
Mulai dari wilayah yang belum mendapatkan akses internet, kehadiran internet yang tidak stabil, hingga peralatan pendukung yang tidak dimiliki.
"Kalau dilihat secara umum, itu beberapa kendala yang dihadapi dalam pembelajaran online ini. Namun apabila semuanya sudah tersedia, masih ada kendala lain, yakni kuota internet yang lebih besar untuk kebutuhan berkirim gambar atau tugas," tuturnya saat dihubungi Tekno Liputan6.com, Selasa (28/7/2020).
Karenanya, Heru menyarankan perlu ada upaya luar biasa dari sejumlah pemangku kepentingan untuk mengatasi masalah tersebut.
"Saran saya, harus ada upaya very extraordinary. Pemerintah, seperti dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bisa melakukan mapping, wilayah mana yang belum tercakup internet. Lalu bisa meminta tolong ke operator sekaligus membuka aduan dari masyarakat agar ada upaya cepat untuk pengadaan internet di wilayah tertentu," ujarnya.
Sementara untuk kebutuhan perangkat, menurut Heru, Kemendikbud dapat mengupayakan solusi agar para siswa yang tidak memilikinya tetap dapat melangsungkan pembelajaran jarak jauh.
"Lalu soal kuota internet, kalau bisa dimungkinkan ada internet gratis atau subsidi internet. Mungkin hal ini agak sulit dilakukan operator non-BUMN, tapi kalau BUMN itu dimungkinkan. Kalau memang tidak gratis, mungkin subsidi," tutur pria yang juga dikenal sebagai Executive Director Indonesia ICT Institute ini.
Lebih lanjut, Heru menuturkan, diperlukan formulasi agar inisiatif semacam ini tidak dilakukan per wilayah, tapi menyeluruh. Tidak hanya infrastruktur, konten pembelajaran juga perlu diperhatikan dan disiapkan.
"Karena ini menyangkut pendidikan generasi penerus bangsa, jadi harus mencari solusi agar pembelajaran ini tetap dapat berlangsung secara optimal. Mungkin memang tidak akan seperti pembelajaran di sekolah, tapi setidaknya mendekati," tuturnya mengakhiri pembicaraan.
(Isk/Why)