Liputan6.com, Jakarta - Facebook mengklaim telah menghapus 7 juta unggahan terkait informasi hoaks soal novel coronavirus (Covid-19) sepanjang kuartal kedua 2020.
Informasi lainnya yang dihapus oleh Facebook, termasuk konten yang mempromosikan tindakan pencegahan dan pengobatan palsu yang berlebihan.
Advertisement
Baca Juga
Data tersebut dirilis sebagai bagian Laporan Penegakan Standar Komunitas ke-6 yang diperkenalkan pada 2018 beserta aturan yang lebih ketat, terkait pengawasan konten di platformnya.
Facebook menyebut, mereka akan mempersilakan para ahli untuk mengaudit metrik yang digunakan dalam laporan tersebut, mulai 2021.
Facebook juga mengklaim sudah menghapus lebih dari 22,5 juta unggahan yang berisi hate speech di aplikasi Facebook pada kuartal kedua 2020.
Jumlah unggahan hoaks yang dihapus meningkat tajam dari 9,6 juta unggahan pada kuartal pertama 2020 berkat adanya peningkatan dalam teknologi deteksi.
8,7 Juta Unggahan Terkait Organisasi Terorisme
Facebook juga menghapus 8,7 juta unggahan yang terhubung dengan organisasi terorisme, dibandingkan periode sebelumnya yang sebanyak 6,3 juta.
Perusahaan media sosial terbesar ini juga menghapus lebih sedikit materi dari kelompok "kebencian terorganisir", total jumlahnya 4 juta konten. Sementara di kuartal pertama jumlah yang dihapus adalah 4,7 juta konten.
Menurut Facebook, dalam penghapusan konten pada kuartal kedua 2020 ini, pihaknya lebih mengandalkan metode peninjauan otomatisasi karena jumlah tenaga reviewer lebih sedikit di kantornya karena pandemi Covid-19.
Advertisement
Kesulitan Hapus Unggahan Terkait Self-Harm saat Pandemi?
Menurut petinggi eksekutif Facebook, dengan lebih sedikitnya jumlah tenaga reviewer di masa pandemi Covid-19 ini, jumlah konten terkait dengan self-harm (melukai diri sendiri) dan eksploitasi seksual anak pun kurang mendapat tindakan.
"Ini adalah konten grafis yang sejujurnya sulit dimoderasi di rumah, dengan adanya orang-orang di sekitar mereka," kata Wakil Presiden Integrity Facebook Guy Rosen.
Facebook mengatakan, pihaknya kini tengah memperluas kebijakan ujaran kebencian dengan memasukkan "konten yang memperlihatkan wajah hitam atau stereotip tentang orang Yahudi yang mengendalikan dunia."
(Tin/Ysl)