Sukses

Perlu Regulasi Jelas untuk Tingkatkan Kesadaran dan Keamanan Siber di Tengah Pandemi Covid-19

Membangun keamanan siber merupakan kerja kolektif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah selaku pihak yang membuat regulasi.

Liputan6.com, Jakarta - Kaspersky menggelar forum daring bertajuk "APAC Online Policy Forum 'Cyber-resilience in the 'new normal': risks and new approaches."

Forum tersebut menghadirkan pembicara dengan latar belakang pemerintahan, industri, dan perusahaan keamanan siber, yakni Eugene Kaspersky, CEO, Kaspersky; LT General (Dr) Rajesh Pant, National Cyber Security, Prime Minister's Office, Government of India; David Koh, Commissioner of Cybersecurity and Chief Executive of the Cyber Security Agency (CSA) of Singapore; dan Mihoko Matsubara, Chief Cyber Cybersecurity Strategist at NTT Corporation, Tokyo, Jepang.

Di sesi awal, Eugene Kaspersky menekankan pandemi Covid-19 telah berdampak terhadap banyak hal dan keamanan siber semestinya menjadi prioritas.

"Saat ini dunia semakin terhubung dan orang-orang pun menghabiskan banyak waktu di internet, entah itu untuk bekerja dan belajar dari rumah, atau apa pun itu. Jadi, sudah seharusnya keamanan siber menjadi prioritas," kata Eugene.

Kemudian giliran David menyoroti bagaimana pemerintah secara umum dapat menjalankan perannya memicu kesadaran bagi warganya untuk memerhatikan keamanan siber ketika beraktivitas.

"Selain kita yang beradaptasi, para penjahat siber pun melakukan penyesuaian. Mereka juga mengeksploitasi isu Covid-19 untuk berbagai tujuan," kata David.

Di sinilah, menurut David, pemerintah perlu bergerak dengan menanamkan kesadaran tentang kemanan siber. Untuk generasi melek digital, ini bukan perkara terlalu sulit. Namun, tantangannya justru terletak pada upaya untuk menjangkau mereka yang mulai melek digital baru-baru ini karena Covid-19 yang telah mengubah kebiasaan mereka.

"Ada tantangan tersendiri bagaimana menanamkan kesadaran keamanan siber kepada mereka," tutur David.

 

2 dari 3 halaman

Regulasi

Senada dengan David, Rajesh pun menggarisbawahi peran pemerintah dan salah satunya dengan membuat regulasi yang relevan dengan kondisi sekarang.

"Pada pidato Hari Kemerdekaan tiga hari lalu, Perdana Menteri India menyoroti keamanan siber yang dapat mengancam semua aspek kehidupan," kata Rajesh.

Oleh sebab itu, pemerintah India berencana untuk mengeluarkan kebijakan baru di bidang kemanan siber yang diharapkan akan diungkap ke publik beberapa hari ke depan.

Sementara itu, Mihoko menyebut lebih dari 40 persen perusahaan di Asia Pasifik belum melakukan pelatihan tentang keamanan dalam menjalankan kebijakan bekerja dari rumah.

"Bekerja dari rumah tanpa bekal terkait keamanan siber membuat mereka menjad rentan," tutur Mihoko.

Hal ini tentu dilatarbelakangi oleh beberapa masalah dan salah satunya adalah tidak semua perusahaan, terutama skala kecil dan menengah, memiliki SDM di bidang ini. 

 

3 dari 3 halaman

Kesimpulan

Secara umum, panelis di diskusi ini bersepakat bahwa setiap sistem pasti memiliki celah keamanan siber. Tidak ada satu pun sistem yang mutlak aman dari serangan siber. Pasalnya, sama seperti kita, para penjahat siber selalu beradaptasi dan berimprovisasi. Dari masa ke masa mereka mengembangkan alat dan metode baru untuk menjalankan aksinya.

Para panelis juga menekankan bahwa selain langkah edukasi, regulasi berperan vital. Bahkan, regulasi ini sudah semestinya bersifat global karena serangan siber, tak terkecuali di situasi seperti sekarang, tak kenal batas wilayah. Siapa pun, lembaga mana pun, di mana pun, dapat menjadi target serangan siber.

Membangun pola pikir security by default, bukan by design, juga dapat menjadi salah satu strategi jangka panjang. Hal ini dapat dicapai antara lain jika proses-proses di dalamnya dapat disederhanakan dan dipahami dengan mudah baik oleh pengguna dengan berbagai latar belakang.

Akhir kata, meningkatkan kesadaran dan keamanan siber merupakan kerja kolektif dari berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, individu, hingga perusahaan.