Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengizinkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dipakai untuk pembelian pulsa atau kuota data, untuk mendukung pelaksanaan pembelajaraan jarak jauh (PJJ).
Langkah ini diapresiasi oleh pengamat sekaligus peneliti dan dosen dari Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika ITB, Ridwan Effendi.
Menurut Ridwan, idealnya untuk mendukung PJJ perlu memakai jaringan fixed broadband. Pasalnya internet fixed broadband dianggap lebih andal dan stabil dibandingkan jaringan wireless.
Advertisement
Baca Juga
Namun ia sadar, panetrasi fixed broadband di Indonesia terbatas, wireless pun menjadi tumpuan pemerintah untuk mendukung pelaksanaan PJJ.
Ridwan juga meminta kepada Kemkominfo agar bisa memanfaatkan dana USO untuk menggelar fiber optik ke seluruh wilayah Indonesia agar seluruh tempat memiliki akses broadband yang lebih andal.
Belum tersedianya akses fixed broadband yang merata berarti masyarakat perlu memakai koneksi wireless untuk mendukung PJJ. Sementara, kebutuhan kuota untuk mendukung proses belajar online sendiri tidaklah sedikit.
Menurut pengalaman, untuk sekali belajar online selama 1 jam dibutuhkan kuota data 200MB. Artinya jika sehari ada 7 jam pelajaran, kuota yang dibutuhkan mencapai 1,4GB per hari,
Tak hanya mempertimbangkan jumlah kuota, kapasitas dan kekuatan sinyal operator juga perlu jadi pertimbangan Kemdikbud dan Dinas Pendidikan daerah.
Oleh karenanya, Ridwan menekankan, harga yang murah bukanlah jaminan untuk mendukung kelancaran proses belajar online, apalagi kualitas jaringan satu operator berbeda satu sama lain, terutama di luar Jakarta, termasuk di daerah 3T.
Perlu Operator yang Andal
“Di Jakarta mungkin sinyal seluruh operator telekomunikasi tersedia dengan kapasitas yang hampir seragam. Namun di daerah non perkotaan dan tidak memiliki banyak penduduk, sinyal dan kapasitas operator sangat minim," kata Ridwan.
Ia menyebut, ada operator yang hanya memiliki satu BTS di satu wilayah kecamatan sehingga sinyal dan kapasitas broadband-nya terbatas. Untuk itu, agar peserta didik nyaman dalam belajar online, ia menyebut perlu kecepatan internet minimal 1,5Mbps.
"Karena untuk melakukan pembelajaran jauh dengan Zoom, Google Meet atau layanan video conference lain dibutuhkan bandwidth yang cepat dan latensi rendah. Kekuatan sinyal juga harus dimiliki operator untuk mendukung belajar online," katanya.
Ridwan menyebut, minimal operator telekomunikasi selular harus bisa memberikan sinyal 3 bar agar proses belajar peserta didik tidak tergangu.
“Kalau operator telekomunikasi mau memberikan layanan yang terbaik bagi peserta didik, mereka harus meng-upgrade kapasitas dan kualitas di daerah tersebut. Sehingga Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di Daerah harus bisa memilih serta merekomendasikan operator yang dapat memberikan layanan terbaik," katanya.
Advertisement
Perlu Cek Kualitas Sebelum Pilih Operator untuk PJJ
Ridwan menyarankan, Kemdikbud dan Dinas Pendidikan daerah perlu mengecek kualitas layanan operator seluler ke Kemkominfo atau melalui Open Signal.
Berdasarkan laporan Open Signal mengenai Pengalaman Jaringan Seluler Juli 2020, Telkomsel unggul dalam pengalaman video dengan skor 62,9 dari 100 poin.
Telkomsel juga bertahan sebagai operator di Indonesia yang mendapat penilaian Pengalaman Video Baik (55-65) dari para pengguna.
Pengalaman aplikasi suara pun mendapatkan skor 78,4 poin, untuk aplikasi OTT seperti WhatsApp, Facebook Messenger, atau Skype.
Begitu juga kecepatan unduh dan unggah. Di mana, kecepatan unduh Telkomsel rata-rata 14,8 Mbps. Sedangkan kecepatan unggah Telkomsel mencapai 5,1 Mbps.
(Tin/Ysl)