Sukses

Bagaimana Startup Indonesia Dapat Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19?

Berada di tengah pandemi Covid-19 seperti di arena peperangan dan di sinilah kualitas kepemimpinan seorang founder dari startup akan terlihat

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 berdampak terhadap banyak industri, termasuk startup digital.

Pariwisata dan ritel merupakan dua di antara beberapa sektor bisnis yang terdampak secara negatif. Namun sebaliknya, sebagian sektor lainnya seperti eCommerce, health-tech, edtech, dan on-demand platform justru "diuntungkan" di tengah situasi seperti sekarang ini.

Dalam salah satu sesi di acara diskusi virtual bertajuk "Startup Indonesia di Tengah Pandemi" yang digagas Forum Wartawan Teknologi (Forwat), Devina Halim, VP of Investment di East Ventures menyatakan perusahaan riset ventura paling aktif di Indonesia itu membuat kategorisasi mengenai kondisi startup yang terdampak oleh pandemi Covid-19.

"Jadi, ada startup yang very badly impacted kaya sektor ritel dan travel. Ada slightly impacted, lalu very positively impacted kaya eCommerce, edtech, logistik, dan ada juga yang unique, yang dia itu emerge [muncul] karena kondisi pasar" tutur Devina.

Devina mengibaratkan, berada di tengah pandemi Covid-19 seperti di arena peperangan dan di sinilah kualitas kepemimpinan seorang founder dari startup akan terlihat. Menurut Devina, langkah pertama yang perlu ditempuh oleh founder adalah menentukan posisi perusahaan secara finansial.

Diskusi Virtual FORWAT: Startup Indonesia di Tengah Pandemi. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

"Kita mesti tahu bagaimana posisi perusahaan financially. Lalu dari situ kita bisa tentukan antara lain harus cost cutting berapa," kata Devina.

Dengan langkah ini, founder diharapkan mampu secara bijak mengurangi atau bahkan memangkas anggaran pengeluaran demi keberlangsungan perusahaan. Istilahnya, berbekal kapital yang saat ini perusahaan punya, founder dapat memperhitungkan berapa lama lagi startup yang dia pimpin dapat bertahan.

Dalam hal ini, ada mata anggaran yang dapat dipotong atau dipangkas untuk memperpanjang "runway" dari startup tersebut, misalnya anggaran marketing dan riset dan pengembangan produk atau layanan yang tidak terlalu relevan dengan kondisi terkini.

"Bisa juga cut salary mulai dari top level management sampai level bawah," ujar Devina.

Dari 160 lebih startup yang pernah mendapatkan suntikan dari East Ventures, menurut Devina, saat ini perusahaan masih memantau sekitar 80-100 startup. Mereka merupakan startup yang masih berada pada fase awal.

"Terakhir pas April, dari sekitar 100 startup, kurang lebih 60 badly impacted dan 40 positively impacted. Tapi tren ini tentu akan berubah-ubah terus. Sekarang sudah mulai kelihatan recover lagi," tutur Devina.

2 dari 3 halaman

Pengalaman Gojek

Sementara itu, Nila Marita, Chief of Corporate Affairs Gojek berbagi beberapa langkah apa saja yang telah perusahaan tempuh demi bertahan di tengah pandemi Covid-19 serta membantu mitra perusahaan yang terdampak.

"Leader hingga seluruh karyawan di Gojek berkontribusi untuk membantu mitra di tengah pandemi. Programnya macam-macam, tapi intinya, gimana caranya membantu mengurangi beban biaya sehari-hari dari mitra driver," kata Nila.

Contohnya, Gojek membagikan paket sembako kepada sekitar 500 ribu mitra driver. Program yang berlangsung selama dua bulan dan berawal dari kota besar meluas ke kota kecil itu diarapkan dapat membantu mitra driver.

"Untuk program kedua, gimana caranya bantu mitra dan merchant sekaligus. Kita bikin program namanya Meal for Family. Kita kasih paket [voucher] makan buat mitra, tapi [voucher itu dibelanjakan] di merchant kita [di Gofood]," tutur Nila.

Selain itu, Nila juga membeberkan tren peningkatan penggunaan layanan di ekosistem Gojek pada periode sebelum dan saat pandemi seperti berikut ini:

  • Transaksi Gofood (ready to cook) meningkat 3 kali lipat
  • Jumlah acara online meningkat 32 kali lipat
  • Transaksi Gomart meningkat 3 kali lipat
  • Pembayaran digital jadi opsi pembayaran utama masyarakat
  • Transaksi pembelian obat di Gomed meningkat 103 persen
  • Jumlah pesanan layanan pengiriman Gosend meningkat 90 persen
3 dari 3 halaman

Pengalaman Halodoc

Kemudian Dionisius Nathaniel, Chief Marketing Officer di Halodoc dengan tegas menyebutkan bahwa perusahaan mesti mengambil kebijakan yang berfokus pada kebutuhan pengguna untuk bertahan di tengah pandemi.

"Kiat untuk survive yang pertama itu user-centric. Kalau bahasa saya, user atau target market kita harus satu frekuensi sama kita," kata Dion.

Sebagai contoh, meski health-tech merupakan sektor yang terdampak secara positif, Halodoc pun mengambil langkah pivot karena melihat kebutuhan pasar.

"Pada bulan Maret, kita langsung pivot, gimana caranya kita men-support Indonesia dengan [menyediakan] tes sebanyak mungkin. Sampai sekarang, kita sudah memfasilitasi lebih dari 200 ribu tes [kombinasi rapid dan PCR]," ujar Dion.

Beberapa gebrakan perusahaan yang disesuaikan dengan kondisi pasar juga termasuk drive through rapid test.

"Di awal-awal pandemi, kami juga termasuk yang pertama kali drive through rapid test, saat itu [lokasi pertama] di Kemayoran. Fasilitas itu di beberapa kota besar saat ini masih ada," kata Dion.

Selain itu, mengingat pentingnya penilaian risiko dini untuk mengetahui gejala Covid-19 yang juga sejalan dengan anjuran pemerintah, Halodoc merilis Chatbot yang memfasilitasi hal itu. Layanan ini, menurut Dion, sangat berguna karena dapat menjadi pertimbangan matang bagi pengguna untuk secara mandiri mengetahui apakah dia perlu melakukan tes di rumah sakit, karantina mandiri, dan sebagainya.

"Untuk chatbot preliminary risk assesment, traffic [yang dicapai] hingga Juli kemarin sudah lebih dari 9 juta kali," kata Dion.

Video Terkini