Sukses

Pakistan Blokir Tinder dan Grindr, Kenapa?

Pakistan pada Selasa (1/9/2020) mengumumkan pemblokiran lima aplikasi kencan, termasuk Tinder dan Grindr, kenapa?

Liputan6.com, Jakarta - Pakistan pada Selasa (1/9/2020) mengumumkan pemblokiran lima aplikasi kencan, termasuk Tinder dan Grindr. Lima aplikasi tersebut diklaim tidak mematuhi hukum setempat.

Dilansir Reuters, Kamis (3/9/2020), langkah pemerintah Pakistan itu disebut sebagai upaya baru untuk mengekang online platform yang dianggap menyebarkan "konten tidak bermoral".

Adapun Pakistan merupakan negara yang menganggap hubungan di luar menikah dan homoseksual sebagai tindakan ilegal.

Otoritas Telekomunikasi Pakistan (PTA) mengatakan telah mengirimkan pemberitahuan kepada manajemen lima aplikasi itu. Pemblokiran dilakukan karena memperhatikan efek negatif dari streaming konten yang tidak bermoral dan senonoh.

PTA mengatakan, pemberitahuan yang dikeluarkan untuk Tinder, Grindr, Tagged, Skout, dan SayHi meminta penghapusan layanan kencan dan moderasi konten live streaming sesuai dengan hukum setempat.

Perusahaan-perusahaan tersebut tidak menanggapi pemberitahuan dalam waktu yang ditentukan.

Tinder, Grindr, Tagged, dan Skout belum memberikan komentar atas pemblokiran ini. Sementara untuk SayHi, berdasarkan laporan Reuters, belum bisa dihubungi untuk dimintai tanggapan.

 

2 dari 3 halaman

Aplikasi Kencan

Tinder merupakan aplikasi kencan global yang dimiliki oleh Match Group. Sementara Tagged dan Skout milik Meet Group.

Grindr menggambarkan layannya sebagai jejaring sosial dan aplikasi kencan online untuk LGBT. Layanan tersebut dijual oleh sebuah perusahan Tiongkok pada tahun ini kepada grup investor bernama San Vicente Acquisition senilai USD 620 juta.

Berdasarkan data perusahaan riset Sensor Tower, Tinder telah diunduh lebih dari 440 ribu kali di Pakistan dalam 12 bulan terakir. Grindr, Tagged dan SayHi masing-masing diunduh sekira 300 ribu kali, dan Skout 100 ribu dalam periode yang sama.

 

3 dari 3 halaman

Pakistan Dikritik

Pakistan dikritik karena menggunakan undang-undang digital untuk berusaha mengekang kebebasan berekspresi di internet, memblokir atau meminta penghapusan konten yang dianggap tidak bermoral. Begitu pula terhadap berita yang mengkritik pemerintah dan militer.

Pakistan pada Juli mengeluarkan peringatan terakhir untuk TikTok atas konten eksplisit yang diunggah di layanan tersebut. Apliaksi live streaming Bigo Live diblokir selama 10 hari untuk alasan yang sama.

PTA pada pekan lalu juga meminta YouTube untuk segera memblokir konten yang vulgar, senonoh, tidak bermoral, dan yang berisi ujaran kebencian untuk penonton di Pakistan.

(Din/Ysl)