Sukses

Kupas Data: Ancaman Banjir Jakarta di Tengah Pandemi Covid-19

Memasuki Oktober, Pemprov DKI Jakarta menghadapi masalah lain, tak kalah penting dari penanganan kasus Covid-19, yaitu banjir.

Liputan6.com, Jakarta - Corona Covid-19 masih terus menjadi hantu yang menakutkan. Di negeri ini, DKI Jakarta jadi penyumbang terbanyak kasus baru infeksi virus Corona. Hingga Rabu, 7 Oktober siang, total ada 82.190 orang di Ibu Kota terserang Covid-19 berdasarkan data satgas.

Berdasarkan data corona.jakarta.go.id, hingga 30 September 2020 jumlah wilayah zona merah di Ibu Kota mencapai 26 RW yang tersebar di lima kota administrasi.

Jumlah kasus positif yang terus bertambah di Jakarta, membuat Gubernur Anies Baswedan bergerak cepat. Jumlah rumah sakit (RS) rujukan pun ditambah demi penanganan pandemi Covid-19 ini.

Jika pada Mei 2020 lalu, hanya ada 67 RS rujukan, di akhir September 2020 Anies menambahnya menjadi total 90 RS. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 987 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Kepgub Nomor 378 Tahun 2020 tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan Covid-19 yang ditandatangani pada 28 September 2020.

"Kini, total ada 98 RS. Delapan RS berdasar Surat Keputusan Kemenkes, 90 dari Kepgub DKI," kata Kasi Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Krisis Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta Sulung Mulia Putra, saat dihubungi Liputan6.com, Senin 5 Oktober 2020.

Anies melalui Instruksi Gubernur Nomor 55 Tahun 2020, menitahkan RS rujukan untuk meningkatkan kapasitas perawatan pasien Covid-19. Hal ini untuk mengantisipasi membeludaknya jumlah pasien Corona di Ibu Kota.

"Meningkatkan kapasitas perawatan pasien Covid-19 hingga 50 persen (lima puluh persen) dari kapasitas total yang tersedia di rumah sakit masing-masing," demikian isi instruksi gubernur tersebut seperti dikutip Liputan6.com, Selasa (6/10/2020).

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo juga pernah meminta RS rujukan agar memindahkan pasien Covid-19 yang hampir pulih ke Wisma Atlet. Ini bertujuan untuk memberi ruang lebih banyak untuk pasien Corona lainnya yang membutuhkan perawatan intensif. 

"Kami berharap untuk para pimpinan rumah sakit, direktur rumah sakit untuk bisa saling bekerja sama sehingga tidak ada rumah sakit (rujukan Covid-19) yang penuh," ujar Doni, Sabtu 12 September 2020 silam.

Namun, kiranya tidak cukup Covid-19 yang menjadi masalah Pemprov DKI Jakarta. Memasuki Oktober, mereka harus menghadapi problem yang tidak kalah penting daripada penanganan kasus Covid-19 yang terus menanjak, yaitu banjir.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Banjir dan Pengaruhnya ke Penanganan Covid-19

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan, DKI Jakarta masuk musim penghujan pada Desember 2020.

Namun, fenomena anomali iklim La Nina mulai berkembang di Samudera Pasifik Ekuator. Indeks ENSO (El Nino-Southern Oscillation) menunjukkan suhu permukaan laut di wilayah Pasifik tengah dan timur dalam kondisi dingin selama enam dasarian terakhir dengan nilai anomali telah melewati angka -0.5°C, yang menjadi ambang batas kategori La Nina.

BMKG dan pusat layanan iklim lainnya seperti NOAA (Amerika Serikat), BoM (Australia), JMA (Jepang) memperkirakan La Nina dapat berkembang terus hingga mencapai intensitas La Nina Moderate pada akhir 2020. Diperkirakan baru meluruh pada Januari-Februari dan berakhir di sekitar Maret-April 2021.

"Catatan historis menunjukkan bahwa La Nina dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia hingga 40% di atas normalnya," kata Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Herizal, Sabtu 3 Oktober 2020.

Alhasil, mulai akhir September, beberapa kali hujan deras mengguyur DKI Jakarta. Beberapa di antaranya menyebabkan sejumlah wilayah tergenang banjir.  Misalkan pada 21 September 2020 lalu.

Sejak sore itu, hujan deras mengguyur DKI Jakarta dan daerah penyangganya. Bogor, Jawa Barat salah satunya. Pukul 18.18 WIB, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor melaporkan Tinggi Muka Air (TMA) di Bendung Ciliwung-Katulampa sudah mencapai 250 sentimeter atau Siaga 1. Hingga 22 September 2020 pagi, puluhan RT tergenang lantaran banjir kiriman dan hujan deras.

Oleh karena itu, ada kekhawatiran, musim penghujan dan banjir dapat berpengaruh terhadap penanganan Covid-19. Apalagi beberapa RS rujukan Covid-19 berada di wilayah rawan banjir.

Yusoff et al (2017) meneliti dampak banjir terhadap rumah sakit dan pengukuran mitigasinya. Penelitian yang terbit di IOP Publishing itu menyimpulkan banjir salah satunya dapat menyebabkan kerusakan parah di RS.

Pada penelitiannya, Yusoff juga merujuk pada laporan WHO yang menyebutkan, rumah sakit yang terletak di dekat dasar sungai, saluran air hujan dan daerah dataran rendah berpotensi mengalami kerusakan lebih parah.

Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Ede Surya Darmawan menilai, banjir bisa berpengaruh pada penanganan Covid-19. "Pastilah," celetuk Ede ketika dihubungi Liputan6.com, Rabu (7/10/2020).

Menurut dia, ketika sebuah RS kebanjiran, otomatis daya tampungnya akan turun. Operasional RS pun akan terganggu. 

"Intinya gini kalau RS kebanjiran ya otomatis proses terganggu, kapasitas akan turun kan gitu. Terus kalau kayak gitu sudah jelas operasional RS akan sangat terganggu, begitu isunya," jelas Ede.

Langkah Antisipasi

Namun begitu, Kasi Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Krisis Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Sulung Mulia Putra mengatakan, pemprov telah memiliki langkah antisipasi agar penanganan pasien Covid-19 tak terganggu banjir.

"Kalau lihat tahun kemarin kita antisipasi beberapa, seperti RS Kartika Pulomas," ujar Sulung kepada Liputan6.com, Rabu (7/10/2020).

Lantas Liputan6.com mencoba memetakan lokasi RS Rujukan Covid-19 di Jakarta, yang dipadukan dengan data dari BPBD DKI Jakarta soal banjir yang terjadi pada tahun 2013, 2014, 2015, 2016, dan 2018. Sebab, data banjir pada 2017 di laman BPBD DKI Jakarta, nihil dan data banjir 2019, variabelnya tidak seragam dengan tahun sebelumnya.

Ini selaras dengan pernyataan Sulung yang menyebut lokasi banjir di Jakarta kini tidak bisa diprediksi. Namun, kata dia, Dinkes telah melakukan langkah antisipasi meski tak dijelaskan secara detail.

"Kalau sekarang banjirnya enggak ketahuan yah di mana," kata Sulung.

 

 

Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dari 98 RS Rujukan Covid-19, 19 RS di antaranya ada di Jakarta Pusat, 18 RS di Jakarta Barat, 24 RS di Jakarta Timur, 18 RS di Jakarta Utara, dan 19 RS di Jakarta Selatan. Mereka berlokasi di 73 Kelurahan dan 36 Kecamatan.

Pada peta di atas, Liputan6.com menentukan posisi RS rujukan dengan mengambil perkiraan garis lintang dan garis bujur dari Google Maps. Penanda berwarna merah menunjukkan perkiraan posisi RS dan klik pada penanda tersebut untuk menampilkan tooltip yang memuat informasi alamat lengkap dari RS rujukan tersebut.

 

Lalu peta di atas merupakan area kelurahan yang mengalami banjir pada periode yang telah disebutkan. Gradasi warna biru dari terang ke gelap menunjukkan frekuensi yang semakin tinggi. Menggunakan teknik overlay, berikut ini gabungan dari kedua peta di atas.

Peta Lokasi RS Rujukan Covid-19 dan Kelurahan yang mengalami banjir pada periode 2013-2018. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

3 dari 3 halaman

Pencegahan Kerumunan

Pakar Epidemiolog UI, Pandu Riono mengatakan, hal yang perlu dikhawatirkan dalam penanganan Covid-19 di musim penghujan, bukan rumah sakit yang berada di daerah rawan banjir. Tapi pencegahan terjadinya kerumunan.

"Kalau kayak gini terus sih enggak usah pakai banjir jumlah kasus Covid-19 akan terus menanjak. Ada peristiwa apapun, apakah banjir, demo, kampanye, pilkada, kalau ada kerumunan orang, itu akan meningkatkan risiko penularan. Enggak usah nunggu banjir," ujar Pandu ketika dihubungi Liputan6.com, Rabu (7/10/2020).

Menurut dia, sangat sulit mencegah terjadinya kerumunan di pengungsian. Terbatasnya ruang pengungsian, menyulitkan warga menjaga jarak. 

"Banjir di Jakarta tidak mungkin tidak terjadi. Tapi, jika banjir terjadi, nanti tiba-tiba ada kerumunan, orang mengungsi, dan tempat pengungsiannya enggak akan bisa jaga jarak, di situ akan ada problem. Itu yang sulit dihindari," tutur Pandu.

"Hal ini harus dipikirkan, jangan satu tempat pengungsian saja. Lebih baik disebar. Tapi, biasanya kalau terlalu jauh dari rumah, masyarakat enggak mau juga dengan alasan keamanan rumah. Jadi problem juga. Memang tidak mudah untuk menangani permasalahan di masyarakat," lanjut dia.

Patuhi Protokol Kesehatan

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito pun sepakat dengan Pandu. Dia menilai, pola pikir yang perlu dibangun adalah upaya pencegahan.

"Ya, mindset kita harus preventif, bukan fokus jika sudah sakit bagaimana merawatnya," ujar Wiku saat berbincang dengan Liputan6.com.

Dia mengatakan, dampak dari bencana banjir adalah timbulnya masyarakat yang mengungsi ke lokasi-lokasi pengungsian. Hal inilah yang harus diwaspadai dan diantisipasi oleh pemerintah daerah.

"Karena lokasi pengungsian ini berpotensi menjadi klaster baru," kata Wiku.

"Langkah yang paling tepat dan harus dilakukan oleh masyarakat yang mengungsi adalah mematuhi protokol kesehatan: memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan," lanjut dia.

Tentunya, kepatuhan tersebut juga harus diikuti dengan menjaga kebersihan lokasi pengungsian. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus memastikan kelayakan pengungsian sebagai langkah antisipasi atau pencegahan Covid-19.

"Intinya sebelum bencana terjadi maka lebih baik untuk mengantisipasinya bukan? Seluruh daerah terutama daerah langganan banjir seperti DKI Jakarta harus antisipatif khususnya pemda setempat untuk melakukan mitigasi bencana," ujar Wiku.

Langkah-Langkah Pemprov

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia menjelaskan, pemprov telah memiliki sejumlah langkah antisipasi penanganan Covid-19 di tengah musim hujan dan banjir.

Terlebih, kata dia, penanganan Covid-19 dan banjir harus ditanggulangi secara bersamaan.

"Intinya semua tidak boleh ada yang dikalahkan kan karena harus ditanggulangi bersama, makanya diantisipasi dari sekarang mulai dari prabencana. Sekarang kan masih tahap prabencana," ujar Dwi saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (6/10/2020).

Salah satunya terkait masalah pengungsian.

"Diantisipasi dengan menata tempat pengungsian yang tetap melakukan protokol kesehatan. Jadi artinya kita memisahkan jarak antarkelompok pengungsi satu dengan yang lain berdasarkan keluarga," kata Dwi.

Kemudian, lanjut dia, pemprov mengidentifikasi tempat pengungsi tempat atau titik-titik pengungsi yang lebih banyak karena harus ada jarak yang cukup satu kelompok keluarga dengan kelompok keluarga lain dalam satu area pengungsian.

Soal inipun, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan antisipasinya.

Pemprov tengah menyusun payung hukum terkait penyediaan tempat pengungsian saat musim hujan hingga dua kali lipat dari biasanya untuk mencegah penularan Covid-19.

"Namun saat ini belum dilakukan inventarisasi karena baru akan disiapkan instruksi gubernurnya. Lokasi pengungsi alternatif dua kali lipat dari yang ada," kata Kapusdatin Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta M Insaf saat dihubungi, Selasa 29 September 2020.

Dia menjelaskan untuk penanganan banjir di Ibu Kota akan berbeda dengan sebelumnya. Lokasi pengasingan tanpa penerapan protokol kesehatan dapat menjadi potensi penularan Covid-19.

"Penanganan musibah banjir perlu siasat berbeda. Sehingga protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 juga akan diterapkan di tempat pengungsian," ucap Insaf.

Sementara, pada laman resminya, BPBD DKI Jakarta merilis data wilayah potensi banjir akibat luapan sungai.

 

Menurut data 2013 yang diperbarui pada Januari 2020, ada 125 kelurahan yang berpotensi terkena banjir yang tersebar di 36 kecamatan. Sungai yang berpotensi meluap adalah Angke, Ciliwung, Cipinang, Krukut, Pesanggrahan, dan Sunter.