Liputan6.com, Jakarta - Telkom disebut-sebut akan berinvestasi di perusahaan digital yang memiliki teknologi big data. Jika menilik kabar yang beredar, investasi akan digulirkan pada decacorn startup Indonesia, Gojek.
Chief Marketing Officer Jarvis Asset Management Kartika Sutandi menilai positif jika Telkom Group akan berinvestasi di Gojek. Menurut dia, di masa depan, bisnis telekomunikasi tak sekadar konektivitas tetapi juga merambah ke bisnis digital.
Advertisement
Baca Juga
Bicara bisnis konektivitas, Kartika menyebut Telkom dan Telkomsel sudah sangat memahami bisnisnya. Hal ini dibuktikan dengan kehadiran jaringan Telkom dan Telkomsel di seluruh pelosok Indonesia.
"Namun setelah bisnis konektivitas, apa lagi yang harus didapatkan oleh perseroan. Saat ini bisnis konektivitas pertumbuhannya hanya single digit, padahal capex (belanja modal) industri telekomunikasi tidak pernah berhenti. Dengan pertumbuhan industri single digit dan capex yang besar, valuasi perusahaan telekomunikasi sangat rendah," tutur Kartika.
Dia pun mengatakan, dengan berinvestasi di perusahaan digital, Telkom jadi kembali menarik. Investor, menurutnya, tidak hanya melihat perusahaan sebagai penyedia infrastruktur telekomunikasi tetapi juga menjadi one stop digital telco provider.
"Enterprise value (EV) EBITDA Telkom hanya 5,5 kali, sudah tidak ada pertumbuhan lagi. Berbeda dengan perusahaan digital yang mengembangkan new economic, value-nya besar," kata Kartika.
Ia mencontohkan, EV EBITDA Amazon di tahun 2021 bisa lebih dari 29 kali, Tesla bisa mencapai 57 kali, dan Alibaba bisa mencapai 24 kali. "Jadi kalau Telkom mau tumbuh lagi, sudah jadi keniscayaan jika mereka perlu berinvestasi di perusahaan digital," ujar dia.
Sudah Ada Perusahaan Telko yang Investasi ke Digital
Investasi perusahaan telko ke perusahaan digital sebelumnya sudah dilakukan oleh operator India Reliance Jio.
"Jadi wajar bila Telkom berinvestasi di perusahaan digital, karena perusahaan digital memiliki value yang tinggi. Menurut saya lebih baik Telkom investasi di perusahaan yang sudah kelihatan prospek bisnisnya daripada membuat perusahaan baru yang prospeknya belum jelas," ujar Kartika.
Kartika pun menyebut, nilai investasi yang dianggap terlalu tinggi pada startup decacorn itu relatif. Ia mengatakan, jika membuat perusahaan digital baru mungkin investasinya tidak terlalu besar, tetapi risiko kegagalannya sangat tinggi.
"Coba lihat perusahaan telekomunikasi Indonesia yang sudah membuat perusahaan digital, mana yang tumbuh, bahkan ada perusahaan digital besutan telko yang ditutup. Daripada tidak ada hasilnya, lebih baik operator investasi saja ke perusahaan digital yang sudah pasti survive," katanya.
Bicara investasi, Kartika mengatakan, ada beberapa kelompok investor yang memegang seri A. Jika investor masuk di seri awal, investasi yang digulirkan lebih sedikit dibanding seri terakhir. Namun risiko investasi di stage awal relatif besar.
Dia mencontohkan, ketika perusahaan rokok terbesar Indonesia berinvestasi di Gojek. Saat itu Gojek memiliki valuasi USD 200 juta dan mereka masih enggan masuk. Namun saat Google berinvestasi dan nilai Gojek USD 3 miliar, perusahaan rokok tersebut baru masuk. Apalagi kini valuasi Gojek sudah lebih dari USD 10 miliar.
"Selama terus mengembangkan bisnis, valuasi Gojek akan terus meningkat. Jika Telkom tidak segera memutuskan investasi di Gojek, ketika nanti Gojek IPO, mereka akan kehilangan peluang," katanya.
Saat ini, Gojek masuk ke bisnis transportasi dan makanan, ke depan Kartika memprediksi Gojek akan masuk ke pasar finansial.
Advertisement
Jawaban Telkom Soal Isu Investasi ke Gojek
Akhir Agustus lalu, Direktur Keuangan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Heri Supriadi menanggapi kabar soal rencana investasi perseroan ke PT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau Gojek.
Menurutnya, grup Telkom selalu membuka peluang untuk bersinergi dan bekerjasama tidak hanya dengan Gojek namun perusahaan lainnya.
"Kita tidak melihat spesifik seperti Gojek saja, tapi juha semua peluang untuk melengkapi digital services karena kita sangat kuat dari digital connectivity dan platform," ujar Heri dalam paparan di Public Expose Live 2020, Kamis (27/8/2020).
Adapun, investasi yang dilakukan Telkom adalah bagian dari rencana anorganik agar dapat memperkuat infrastruktur hingga meningkatkan value added yang diberikan ke pelanggan.
"Sehingga kita bisa dapatkan sinergi atau kolaborasi operasional yang bisa memberikan value yang berkesinambungan," katanya.
Di kesempatan yang sama, Direktur Bisnis Digital Telkom Fajrin Rasyid menyatakan, pihaknya terbuka untuk investasi untuk seluruh pihak melalui MDI Ventures. Baru-baru ini, MDI Ventures mendapatkan dana USD 500 juta.
"Kami terbuka untuk investasi di startup, ini (melalui MDI Ventures) salah satunya akan kami gunakan untuk investasi," ujar Fajrin.
(Tin/Why)