Sukses

Teknologi Dorong Inklusi Asuransi bagi Semua Lapisan Masyarakat

Selama tahun 2019 lalu, PasarPolis mengklaim telah menerbitkan lebih dari 650.000.000 polis untuk masyarakat yang sebelumnya tidak terjangkau layanan asuransi

Liputan6.com, Jakarta - Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) yang digelar oleh OJK pada 2019 menunjukkan inklusi asuransi saat ini baru mencapai 6,18 persen. Angka ini masih jauh di bawah perbankan yang mencapai 74 persen.

Di sisi lain, pandemi Covid-19 telah membuktikan potensi besar teknologi asuransi dalam meruntuhkan hambatan jarak serta waktu dalam menghadirkan akses yang bahkan bisa menjangkau kelompok masyarakat prasejahtera. CEO dan Founder insurtech startup PasarPolis, Cleosent Randing, menyebut teknologi berperan dalam hal inklusi asuransi.

"Teknologi merupakan kunci dalam inklusi asuransi, dan potensi tersebut semakin terlihat akibat pandemi Covid-19 yang telah menjadi 'Chief Digital Officer' terbaik karena mendorong hampir semua sektor dari offline menjadi digital," ujar Cleosent dalam keterangan tertulis.

Dampaknya, kata dia, juga tecermin dari pertumbuhan angka penjualan yang naik dengan produk asuransi yang semakin aksesibel scara digital.

"Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi pun juga meningkat," tutur Cleosent melanjutkan.

Selama tahun 2019 lalu, PasarPolis mengklaim telah menerbitkan lebih dari 650.000.000 polis untuk masyarakat yang sebelumnya tidak terjangkau layanan asuransi, seperti pengemudi ojek online, kurir pengiriman barang, dan pelaku UMKM online. Mereka semua berkontribusi sekitar 40 persen dari pelanggan PasarPolis.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini

2 dari 3 halaman

Pelibatan sebagai agen

Tidak hanya itu, PasarPolis juga melibatkan para pengemudi ojek online dan pekerja sektor informal lainnya sebagai agen.

"Selama masa pandemi ini banyak orang yang kehilangan sumber penghasilan dan mencari alternatif peluang lain. PasarPolis mencoba membantu mereka dengan menawarkan peluang sebagai agen PasarPolis," kata Cleosent.

Dia mengklaim inisiatif ini mendapat respons luar biasa. Sejak pertama kali dibuka pada Mei 2020 lalu, ada lebih dari 15.000 orang yang bergabung dan mereka datang dari berbagai latar belakang.

"Bayangkan ketika 15.000 orang ini menjadi jembatan menuju lebih banyak kelompok masyarakat lainnya yang sebelumnya sulit terjangkau, maka dampak positif yang dihasilkan pun akan lebih luas lagi," tutur Cleosent.

 

3 dari 3 halaman

Masalah utama inklusi asuransi

Dia menjelaskan bahwa ada tiga masalah utama yang selama ini menghambat inklusi asuransi, yaitu rumitnya akses menuju produk asuransi, proses klaim yang kurang efisien, dan premi asuransi yang tidak terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah. Padahal mereka merupakan kelompok masyarakat yang paling rentan dan paling membutuhkan proteksi.

"Masalah yang pertama dan kedua harus dipecahkan melalui proses administrasi yang mudah, mulai dari registrasi dan pembelian hingga klaim. Kedua kendala ini dapat diatasi dengan pemanfaatan teknologi, di mana masyarakat dapat menyelesaikan semua prosesnya hanya dalam genggaman di gadget mereka masing-masing. Begitu pula dengan kendala yang ketiga, ekosistem digital yang diciptakan oleh insurtech memungkinkan kehadiran produk-produk asuransi yang murah dan dekat dengan kebutuhan sehari-hari," jelas Cleosent.