Liputan6.com, Jakarta - Pengembangan 5G di berbagai ekosistem dinilai tidak terhambat dengan pandemi Covid-19, akan tetapi melampaui ekspektasi. Hal ini tidak hanya karena jangkauannya, tapi juga didorong kebutuhan konektivitas yang tinggi sepanjang 2020.
Presiden Qualcomm, Cristiano Amon, pun menilai tahun ini merupakan masa keemasan bagi dunia telekomunikasi baik untuk seluler maupun fixed.
Advertisement
Baca Juga
"Kami melihat Capex (capital expenditure) meningkat di semua operator 5G. Penyebaran 5G dipercepat sepanjang pandemi. Pembangunan jaringan di negara yang membangun 5G telah ditingkatkan seperempat," ungkap Cristiano dalam sesi QnA Snapdragon Tech Summit pada Rabu (3/12/2020).
Ia memastikan akan banyak fitur penting dari 5G yang akan hadir. Salah satunya adalah dynamic spectrum sharing dan carrier aggregation.
"Semua spektrum yang ada dapat menampung operator yang telah menggunakan spektrum 3G dan 4G. Ketika mereka memiliki kemampuan untuk menggunakan dynamic spectrum sharing, dan di saat yang sama mereka dapat menggunakan spektrum untuk 5G, lalu menggunakan carrier aggregation, kamu bisa meningkatkan kecepatan dan kinerja 5G dalam spektrum tersebut," tuturnya.
Pendapat Qualcomm soal Indonesia Pakai Frekuensi 2,3GHz untuk 5G
Lebih lanjut, Senior Vice President and General Manager, Mobile, Compute, and Infrastructure Qualcomm Technologies, Alex Katouzian, melihat tidak ada masalah dengan penggunaan pita frekuensi 2,3 GHz untuk jaringan 5G di Indonesia. Frekuensi ini sebelumnya disebut tidak digunakan oleh banyak negara untuk 5G.
Kendati demikian, ia mengatakan teknologi chipset Qualcomm mendukung semua frekuensi mulai dari 400 MHz hingga 39 GHz.
Seperti dikethaui, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) membuka seleksi penggunaan pita frekuensi radio 2,3GHz di rentang 2360-2390MHz untuk 5G.
"Kami tidak melihat ada halangan sama sekali. Justru 2,3GHz sangat bagus dalam hal penetrasi, panjang gelombang dan lainnya," kata Alex.
(Din/Ys)
Advertisement