Liputan6.com, Jakarta - Grab dan Gojek dikabarkan tengah mencapai kesepakatan untuk menggabungkan bisnis mereka atau merger. Jika benar demikian, ini akan menjadi perkawinan dua perusahaan teknologi terbesar di Asia Tenggara.
Mengutip laman Bloomberg, Kamis (3/12/2020), baik Grab maupun Gojek mulai melunak dengan perbedaan pendapat, meskipun beberapa bagian dari perjanjian masih perlu dinegosiasikan. Demikian menurut sumber yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena pembicaraan ini bersifat pribadi.
Baca Juga
Detail akhir dari kesepakatan sedang dikerjakan oleh para pemimpin paling senior di kedua perusahaan, dengan partisipasi Masayoshi Son dari SoftBank Group Corp. dan investor utama Grab.
Advertisement
Sumber tersebut mengungkapkan, di bawah satu struktur dengan dukungan substansial, salah satu pendiri Grab Anthony Tan akan menjadi CEO dari entitas gabungan, sementara eksekutif Gojek akan menjalankan bisnis gabungan baru di Indonesia dengan merek Gojek.
"Kedua perusahaan tersebut dapat dijalankan secara terpisah untuk jangka waktu yang lama. Kombinasi itu pada akhirnya bertujuan untuk menjadi perusahaan publik," kata salah satu sumber.
Terkait kabar merger ini perwakilan Grab, Gojek, dan SoftBank menolak berkomentar. Namun, kesepakatan itu membutuhkan persetujuan regulasi dan pemerintah mungkin memiliki kekhawatiran antitrust tentang penyatuan dua perusahaan ride-hailing itu.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Pertempuran Gojek dan Grab
Grab dan Gojek bertempur sengit untuk bersaing dalam bisnis transportasi oline, pengiriman makanan, dan pembayaran digital selama beberapa tahun terakhir.
Investor mendorong mereka untuk menggabungkan kekuatan di seluruh Asia Tenggara guna mengurangi 'pembakaran uang tunai' dan menciptakan salah satu perusahaan internet paling kuat di wilayah tersebut.
Â
Advertisement
Valuasi Grab dan Gojek
Grab yang hadir di delapan negara memiliki nilai lebih dari US$ 14 miliar. Sementara Gojek senilai US$ 10 miliar, di mana telah hadir di Indonesia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
SoftBank mendorong kesepakatan sejak Masayoshi Son mengunjungi Indonesia pada Januari 2020, tetapi ia dikabarkan semakin frustrasi dengan kurangnya kemajuan.
"Persaingan dan bentrokan kepribadian antara para pemimpin kedua perusahaan telah menyebabkan negosiasi yang menemui jalan buntu di masa lalu," demikian menurut salah satu orang yang mengetahui pembicaraan tersebut.
(Isk/Why)