Sukses

Google Doodle Edisi 4 Desember 2020 Tampilkan Noken Papua, Apa Itu?

Google Doodle edisi hari ini, Jumat (4/12/2020) menampilkan Noken Papua. Apa itu?

Liputan6.com, Jakarta - Google Doodle edisi hari ini, Jumat (4/12/2020) menampilkan Noken Papua. Apa itu?

Ia merupakan sebuah tas unik khas Papua yang dibuat dengan teknik rajut. Pada 12 Desember 2012 lalu, Noken Papua mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya tak benda.

Selain benang, bahan penyusun Noken Papua juga termasuk akar tanaman anggrek, beberapa jenis dedaunan, kulit kayu, bahkan ilalang.

Umumnya, warga setempat menggunakan Noken Papua untuk mengangkut hasil panen di kebun.

Foto: Katharina Janur/ Liputan6.com

Namun, tak jarang ia pun dipakai untuk menggendong anak-anak.

Disebutkan bahwa Noken Papua merepresentasikan simbol atas kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan di tanah Papua.

Karena keunikannya, saat ini Noken Papua menjadi salah satu kerajinan tangan khas Papua yang menjadi incaran para wisatawan yang berkunjung ke sana.

2 dari 2 halaman

Google Doodle Edisi Sebelumnya

Sebelumnya Google menampilkan gambar animasi bergerak dengan wajah Tino Sidin di Google Doodle.

Dalam doodle yang dipajang Rabu, 25 November 2020 ini, tampak seorang pria dengan topi lukis berada di dalam televisi sembari membawa sebuah pena warna merah.

Di sampingnya, ada lima orang anak kecil tengah belajar melukis di sebuah kertas putih. Pada kertas tersebut pula berjajar kata Google.

Siapa sebenarnya Tino Sidin dan apa yang dilakukannya sehingga Google memajangnya dalam Google Doodle?

Mengutip keterangan Google, Rabu (25/11/2020), Tino Sidin atau yang dikenal dengan nama Pak Tino adalah seorang pelukis sekaligus guru gambar.

Pak Tino yang lahir pada 25 November 1925 di Tebing Tinggi Sumatera Utara ini terkenal karena tayangan serial televisinya "Gemar Menggambar" yang ditayangkan di TVRI pada tahun 1980-an.

Lewat tayangan ini, Pak Tino mengajari anak-anak cara menggambar dan mengembangkan bakat kreatif mereka.

Tino Sidin pertama kali mulai mengajar di kampung halamannya di usia 20 tahunan. Kemudian, pada 1960, ia melakukan perjalanan ke Yogyakarta untuk menghadiri perintisan Akademi Seni Indonesia (kini Institut Seni Indonesia/ ISI).

Â