Sukses

Terduga Monopoli, Facebook Bakal Lepas Instagram dan WhatsApp?

Sejumlah otoritas Amerika Serikat baru-baru ini melayangkan gugatan hukum ke Facebook atas dugaan monopoli dengan akuisisi WhatsApp dan Instagram.

Liputan6.com, Jakarta - Facebook dilaporkan telah mendapat gugatan dari Federal Trade Commision Amerika Serikat atas dugaan memakai strategi predator untuk menegaskan dominasinya melawan rival maupun kompetitor lebih kecil.

Selain FTC, gugatan juga dilayangkan oleh jaksa dari 46 negara bagian di Amerika Serikat, termasuk Washington DC dan Guam. Dikutip dari GSM Arena, Jumat (11/12/2020), dugaan monopoli ini terkait dengan akuisisi Facebook terhadap WhatsApp dan Instagram.

Aksi itu pun disebut telah mengorbankan pengguna. Jaksa Agung New York, Letitia James bahkan menuturkan penting untuk membatasi aksi akusisi predator yang dilakukan Facebook dan mengembalikan kepercayaan pasar.

Mengingat ada dugaan monopoli, Facebook diperkirakan akan diminta untuk melepas dua produk terbesarnya saat ini, yakni Instagram dan WhatsApp. Namun persoalan ini memang masih dalam proses penyelidikan dan diperkirakan akan berlangsung lama.

Menyusul gugatan ini, Facebook pun mengatakan akusisi kedua layanan tersebut sebenarnya sudah mendapat persetujuan dari FTC. Karenanya, perusahaan menganggap penggunaan antitrust laws dalam gugatan ini tidak tepat.

Selain itu, perusahaan menuturkan pengguna sebenarnya dapat kapan saja berpindah ke layanan atau produk lain, mengingat ada banyak kompetitor lain. Untuk itu, Facebook mengatakan gugatan hukum ini mengabaikan kenyataan tersebut.

2 dari 3 halaman

Demi Dapat Persetujuan, Mata Uang Digital Facebook Libra Berubah Jadi Diem

Di sisi lain, mata uang digital besutan Facebook, Libra, kini berubah namanya menjadi Diem. Rebranding nama ini merupakan upaya dari asosiasi untuk mendapatkan persetujuan dari regulator, dengan menekankan independensi produk mereka.

Rencana peluncuran Libra pertama kali disinggung Facebook tahun lalu. Mata uang digital ini tak kunjung dirilis karena terganjal berbagai regulasi di sejumlah negara, termasuk di Eropa dan Amerika.

Sejumlah regulator dan bank sentral sebelumnya menyampaikan kekhawatiran bahwa Libra akan mengganggu stabilitas keuangan, mengancam privasi, dan mengikis kendali atas kebijakan moneter.

Dikutip dari Reuters, Kamis (3/12/2020), CEO Diem Association Stuart Levey, pergantian nama Libra pada Selasa, 1 Desember 2020, merupakan bagian dari langkah asosiasi menekankan struktur yang lebih sederhana.

Diem Association merupakan lembaga di balik mata uang digital Diem (dulunya Libra) yang bermarkas di Jenewa, Swiss.

"Nama asli dengan iterasi awal proyek mendapat sambutan yang kurang dari regulator. Kami pun mengubah preposisi itu," kata Levey kepada Reuters.

3 dari 3 halaman

Arti Diem

Diem berarti 'day' atau 'hari' dalam bahasa Latin. Diem kini bertujuan sebagai satu koin digital yang didukung dolar.

Levey menolak untuk berkomentar mengenai waktu peluncuran Diem. Namun menurut laporan Financial Times, kemungkinan Diem bakal dirilis pada awal Januari.

Kendati begitu, Diem baru akan diluncurkan jika telah disetujui oleh badan pengawas pasar Swiss.

Sebelumnya, Facebook mengubah nama unit pembayarannya dari Calibra menjadi Novi Financial pada Mei ini. Novi tetap menjadi salah satu dari 27 anggota Diem Association (sebelumnya Libra Association).

Kepala Novi Financial David Marcus adalah salah satu dari lima anggota dewan Diem.

"Mereka adalah anggota asosisasi yang sangat penting," kata Levey mengenai keterlibatan Facebook pada Libra.

"Kami tidak mencoba memutuskan semua hubungan. Pergantian nama menandakan bahwa asosiasi berdiri secara mandiri," katanya.

Diem bertujuan untuk membedakan dirinya dari produk lain. Fokusnya adalah pada aspek-aspek yang menjadi perhatian regulator dan pemerintah barat, termasuk di dalamnya kontrol sanksi dan kejahatan keuangan.

Proyek ini bakal mengembangkan kebijakan anti pencucian uang, pendanaan terorisme, dan kepatuhan sanksi. Dengan begitu, tak semua pihak bisa bergabung dengan jaringan Diem.

(Dam/Why)

Video Terkini