Liputan6.com, Jakarta - Pengamat telekomunikasi, Heru Sutadi, menilai adanya Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Postel dan Penyiaran sebagai aturan turunan dari UU Cipta Kerja harus bisa menuntaskan praktik makelar izin dalam pemanfaatan lisensi frekuensi.
Dengan demikian, sumber daya alam terbatas frekuensi bisa dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi digital.
Baca Juga
"RPP Postelsiar harus mampu menghentikan pola-pola makelar izin dengan memasukkan aturan tentang kewajiban pembangunan bagi pemilik lisensi agar tidak ada komitmen yang berbeda antar operator telekomunikasi," kata Heru yang menjabat sebagai Direktur Indonesia ICT Institute ini.
Advertisement
Heru mengatakan, kewajiban pembangunan penting diatur agar perizinan yang diamanahkan pada operator telko bisa optimal dan bebas dari praktik makelar izin.
Disebutkannya, makelar izin di sini adalah pihak yang menjual kembali alokasi frekuensi setelah didapatkannya.
Heru menyebut, sebelumnya sudah pernah ada pengalaman buruk mengenai hal ini. Padahal, telekomunikasi selayaknya diselenggarakan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mendukung ekonomi digital dan pemerintahan.
Perlu Cantumkan Kewajiban Pembangunan yang Harus Dipenuhi
Ia menyarankan, dalam RPP Postelsiar, menteri perlu menetapkan kewajiban pembangunan dan/atau layanan yang wajib dipenuhi oleh setiap penyelenggara telekomunikasi.
"Menteri juga perlu melakukan evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban pembangunan dan/atau layanan secara periodik," tuturnya.
Lebih lanjut, kementerian juga harus mengumumkan dan mempublikasikan hasil evaluasi atas kewajiban pembangunan dan layanan tiap penyelenggara telekomunikasi.
Advertisement
Evaluasi Harus Dipublikasikan
"Nanti, berdasarkan evaluasi, terdapat wilayah pelayanan non-universal yang belum dibangun atau dilayani oleh satu penyelenggara telekomunikasi," ujarnya.
Untuk itulah, kementerian perlu mendistribusikan kewajiban pembangunan atau layanan secara transparan dan merata kepada seluruh penyelenggara telekomunikasi.
(Tin/Ysl)