Liputan6.com, Jakarta - Agro-fintech startup Crowde menargetkan dapat mendigitalisasi 100.000 petani dalam menjalankan usaha pertaniannya pada 2021.
Masa pandemi, menurut Crowde, bukan hal mudah bagi para petani. Pemanfaatan teknologi diharapkan dapat menjadi salah satu solusi bagi mereka untuk tetap bertahan dan menyesuaikan diri.
Crowde menyebut teknologi pertanian berkelanjutan dari hulu ke hilir sangat bergantung pada teknologi sehingga para petani harus menguasainya.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu langkah Crowde di masa pandemi adalah menjamin harga jual wajar untuk setiap hasil produksi petani. Secara opsional, perusahaan juga membeli hasil panen para petani apabila hasil panen tersebut tidak terserap maksimal oleh 9 institutional off-taker yang telah bekerja sama dengan Crowde.
Tercatat pada Oktober hingga November 2020, Crowde mengklaim telah menyalurkan total permodalan sebesar Rp22 miliar.
Hingga kini, setidaknya ada 28.000 mitra petani yang telah bergabung dan 3.215 mitra toko tani yang menyalurkan permodalan sistem nontunai dengan menyediakan semua kebutuhan mitra petani untuk menjalankan proyek budi daya.
Selain itu, pada 2020 Crowde juga merubah rasio kontribusi pemodal menjadi 8 : 92 (ritel : institusi) yang disebut berdampak pada kinerja petani.
Perluas jangkauan proyek
Sebanyak 85 persen mitra petani mengaku proses penyaluran modal jadi lebih cepat, terkontrol, dan budi daya mereka jadi lebih terjadwal. Tahun lalu, Crowde pun telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan beberapa institutional lender, seperti Bank BJB dan BPR Supra untuk mendanai mitra petani di wilayah Cianjur, Sukabumi, serta Garut.
"Di tengah pandemi, kami pun telah memperluas jangkauan proyek permodalan budi daya ke sepuluh wilayah, yaitu Lampung, Sukabumi, Subang, Indramayu, Bogor, Garut, Madiun, Tulungagung, Kediri, dan Tuban dengan total 1.802 proyek," ujar Afifa Urfani, Head of Funding & Impact Crowde.
Advertisement