Liputan6.com, Jakarta - Banyak orang memilih untuk membeli smartphone seri baru yang sudah bekas karena harganya yang relatif lebih murah. Namun menurut penelitian Kaspersky, sebagian smartphone bekas ini belum dihapus seutuhnya ketika dijual.
Informasi pemilik sebelumnya pun berisiko diakses oleh pihak ketiga.
Baca Juga
Indonesia Jadi Target Utama Ransomware di Asia Tenggara: Begini Cara Lindungi Data Kamu!
Hasil Liga Inggris Aston Villa vs Manchester City: Tumbang 1-2, Keruntuhan Pasukan Pep Guardiola Berlanjut
Ruben Amorim Tegaskan Sikap Terhadap Bintang Manchester United usai Melontarkan Pernyataan Kontroversial
Para peneliti menganalisis lebih dari 185 perangkat media penyimpanan seperti kartu memori dan hard drive dan menemukan, 90 persen data tersisa di perangkat tersebut.
Advertisement
Dari 90 persen isian data, 16 persen memberikan akses secara langsung ke informasi pengguna lama. Sementara, 74 persen lainnya diekstraksi menggunakan ukiran file, sebuah metode untuk memulihkan file dari ruang yang tidak beralamat pada media penyimpanan.
Data yang ditemukan di smartphone bekas pun beragam, mulai dari entri kalender berisi catatan rapat, foto dan video pribadi, dokumen pajak, informasi perbankan, kredensial login, hingga informasi medis. Singkatnya, semua data ini akan berbahaya jika jatuh ke tangan yang salah.
Malware dari smartphone bekas
Riset juga menemukan, 17 persen smartphone bekas memasang pemindai virus. Artinya, pengguna yang membeli smartphone bekas mungkin berpotensi mewarisi malware pemilik sebelumnya.
Head of GReAT Eropa, Marco Preuss, mengatakan, pada dasarnya pengguna harus selalu menyimpan data di perangkat pribadi dalam kondisi terenkripsi. Hal ini untuk berjaga-jaga jika perangkat hilang atau seseorang mendapatkan akses yang tidak sah.
"Ketika data pribadi jatuh ke tangan yang salah, hal itu tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga teman, keluarga, bahkan perusahaan," kata Marco, dikutip dari keterangan Kaspersky, Jumat (5/2/2021).
Advertisement
Tak cukup dengan format ulang
Lebih lanjut, Head of GReAT Jerman, Christian Funk, menyebut, kesalahpahaman yang umum adalah, pengguna hanya menghapus data atau melakukan format ulang penyimpanan yang dianggap membersihkan data.
Padahal, jika ada seorang tech savvy, mereka bisa memulihkan data ini. "Itulah mengapa, penting sekali melakukan pembersihan total," kata Christian.
(Tin/Ysl)