Liputan6.com, Jakarta - Aset kripto menjadi instrumen investasi baru yang menjanjikan di tengah situasi ekonomi terseok-seok akibat pandemi Covid-19.
Setelah mencapai nilai tertinggi (all-time-high/ATH) baru sepanjang masa di bulan Desember tahun lalu, tren bullish aset kripto Bitcoin (BTC) terus berlanjut pada tahun 2021 ini. Bitcoin kembali mencapai ATH baru di angka USD 57 ribu pada 20 Februari 2021.
Tren ini menyusul serangkaian berita dan sentimen positif di pasar, termasuk Tesla yang mengakui telah membeli aset Bitcoin senilai USD 1,5 miliar, rencana MicroStrategy membeli Bitcoin senilai USD 900 juta, serta Twitter yang mempertimbangkan Bitcoin sebagai alat pembayaran gaji karyawannya.
Advertisement
Ada pula kabar tentang Uber yang melirik aset kripto sebagai pilihan metode pembayaran dan manajemen aset raksasa BlackRock yang meniru aksi Tesla untuk memaksimalkan nilai investasinya.
Baca Juga
Selaras dengan lonjakan permintaan Bitcoin, dua altcoin dengan kapitalisasi pasar terbesar setelah Bitcoin, yakni Ethereum (ETH) dan Binance Coin (BNB), juga menunjukkan peningkatan harga parabola hingga mencapai ATH (ETH: Rp28 juta, BNB: Rp4,8 juta) selama hampir dua bulan pada awal 2021 ini.
Hal ini antara lain dapat dimaknai bahwa banyak pihak, baik institusi besar atau investor ritel, mulai menaruh perhatian serius terhadap aset kripto sebagai salah satu pilihan investasi menjanjikan.
Pang Xue Kai, Co-founder & CEO di Tokocrypto, bursa aset kripto terdaftar di Bappebti, menyatakan bahwa sebagian pihak menganalogikan Bitcoin sebagai emas digital.
"Bitcoin telah menjelma menjadi jenis aset atau instrumen investasi baru di luar instrumen investasi yang ada selama ini, seperti emas, logam mulia, saham, obligasi, dan lain sebagainya. Bahkan ada yang mengandaikan Bitcoin sebagai emas digital," ujar pria yang akrab disapa Kai tersebut.
Decentralized Finance
Selain Bitcoin, ada inovasi lain yang tidak kalah menarik karena keduanya sama-sama berlandaskan teknologi Blockchain, yaitu DeFi (Decentralized Finance). DeFi menarik karena mengacu pada sistem keuangan berbasis Blockchain yang bersifat terbuka, terdesentralisasi, tanpa perantara, dapat diprogram, dan dapat diterapkan ke ekosistem aset kripto.
DeFi dapat berperan sebagai sistem finansial terbuka tanpa perantara, yang selama ini sukses digunakan di transaksi aset kripto. Dengan DeFi, aset kripto dapat ditransaksikan, dipindahtangankan, diperdagangkan, atau dipakai untuk aktivitas finansial lainnya secara efisien, aman, dan ringkas. Bahkan, sebagian pihak mengklaim DeFi sebagai solusi masalah akut inklusi keuangan yang hingga kini belum dapat diatasi oleh sistem keuangan tradisional.
Meskipun belum menjadi alat pembayaran resmi, Bitcoin dan aset kripto lainnya telah diakui sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di 13 pedagang aset kripto terdaftar di BAPPEBTI (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi).
Mekanisme perdagangan aset kripo ini telah diatur dalam peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaran Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka.
Advertisement
229 Aset Kripto Terdaftar di Bappebti
Di Indonesia, sejak Desember tahun lalu, pemerintah melalui BAPPEBTI juga telah menetapkan untuk ‘hanya’ mengizinkan perdagangan 229 aset kripto.
Teguh Kurniawan Harmanda, Chief Operating Office Tokocrypto sekaligus Ketua Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO) menyambut baik peraturan tersebut.
"Dengan adanya daftar lewat peraturan baru aset kripto yang boleh diperdagangkan ini akan memperkecil adanya proyek-proyek aset kripto yang tidak bertanggung jawab. Peraturan itu sekaligus mencerminkan dukungan penuh pemerintah soal perdagangan aset kripto yang sedang tumbuh pesat ini," tutur Teguh.
Menurut coinmarketcap.com, saat ini ada lebih dari 6.000 aset kripto yang terdaftar secara global. Per 27 Januari, diketahui nilai totalnya mencapai USD 897.3 miliar dan nilai total semua Bitcoin serta aset kripto terpopular mencapai USD 563,8 miliar.