Liputan6.com, Jakarta - Nokia dilaporkan telah melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap lebih dari 10.000 karyawannya dalam dua tahun terakhir.
Informasi yang dikutip dari Gizchina, Rabu (10/3/2021) mengungkap, dengan PHK karyawan tersebut Nokia mengurangi beban tenaga kerja hingga USD 597 juta atau Rp 8,5 triliun dalam setahun.
Baca Juga
Berdasarkan laporan tahunan yang dirilis Nokia, terlihat setidaknya 5.000 posisi pekerjaan dipangkas pada tahun 2019. Selain itu, lebih dari 6.000 posisi pekerjaan juga dihilangkan pada 2020.
Advertisement
Laporan tersebut memperlihatkan, Nokia melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 11.044 karyawannya. Dengan pemangkasan itu jumlah karyawan Nokia menjadi 92.039.
Secara persentase, total karyawan Nokia berkurang 11 persen hanya dalam waktu dua tahun.
Analisis regional memperlihatkan bahwa jumlah karyawan Nokia di seluruh dunia memang menurun. Namun yang terdampak paling parah adalah karyawannya di Tiongkok.
Pasalnya pada tahun 2020, jumlah karyawan Nokia di Negeri Tirai Bambu itu turun 12 persen menjadi 13.749 orang. Disebutkan, terjadi jumlah pemangkasan hampir 3.500 pekerjaan sejak 2018 di Nokia Tiongkok.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Penurunan Signifikan
Sejalan dengan itu, jumlah karyawan Nokia di Amerika juga berkurang secara signifikan. Total penurunannya sekitar 9 persen pada 2020. Lebih dari 2.800 posisi yang dipangkas sejak 2018.
"Selama beberapa tahun terakhir, kami menyesuaikan strategi dalam rangka merespon tujuan bisnis dan aktivitas perusahaan, tenaga kerja kami telah turun naik," kata Nokia dalam pernyataannya.
Kendati demikian, Nokia tidak mengungkapkan mengenai pemangkasan jumlah pekerja mereka dan hanya menyebutkan adanya fluktuasi tenaga kerja.
Seiring dengan pemangkasan tenaga kerja yang dilakukan, margin keuntungan operasional Nokia meningkat hampir dua kali lipat (menjadi 4 persen) pada 2020.
Namun, penjualan turun 6 persen menjadi sekitar USD 29,1 miliar atau Rp 416,5 triliun. Dua tahun sebelumnya, bisnis operasional Nokia menderita kerugian sebesar USD 70 juta atau sekitar Rp 1 triliun.
Pada 2020, bisnis operasional Nokia mendapatkan laba setidaknya USD 1,1 miliar atau sekitar Rp 15,7 triliun. Namun kabarnya capaian ini masih kurang baik di mata pemegang saham, apalagi selama tiga tahun terakhir, Nokia menderita kerugian sebesar USD 3,6 miliar atau sekitar Rp 51,5 triliun.Â
Advertisement
Kurangi Investasi Riset dan Pengembangan
Hal lain yang disoroti adalah upaya penghematan yang dilakukan Nokia ternyata juga membuat perusahaan harus mengurangi pengeluaran untuk riset dan pengembangan.
Padahal di tahun 2019 Nokia sempat menginvestasikan dana USD 5,4 miliar atau sekitar Rp 77,2 triliun. Budget tersebut kembali dipangkas pada 2020 menjadi 'hanya' USD 540 juta atau sekitar Rp 7,7 triliun.
Sebagai perbandingan, investasi Nokia di bidang riset dan pengembangan pada 2018 adalah sebesar USD 5,7 miliar atau sekitar Rp 81,5 triliun.
Tampaknya, setelah sempat membuat kesalahan di pasar 5G, para pemegang saham tidak percaya diri sepenuhnya. Perusahaan juga dinilai telah kehilangan sifat kompetitifnya.
Pada sisi lain, CEO Nokia Pekka Lundmark berjanji untuk menghidupkan kembali bisnis smartphone Nokia, berapa pun nilai yang harus dikeluarkan.
Tampaknya, ada indikasi bahwa di bawah kepemimpinan Pekka Lundmark Nokia akan memangkas beban biayanya lebih jauh lagi.
Sebelumnya Lundmark juga memangkas tim pemimpin global dari 17 menjadi 11.
Nokia juga kabarnya memiliki rencana restrukturisasi. Di mana, ada 14.000 karyawan yang akan dialihkan dari fungsi perusahaan ke grup bisnis baru seperti teknologi seluler, infrastruktur jaringan, layanan cloud, hingga lisensi teknologi milik Nokia.
(Tin/Isk)